Tanpa Dolar AS! Rusia dan Tiongkok Sasar Perdagangan US$200 Milyar Pakai Yuan dan Rubel

Rusia dan Tiongkok tengah menyasar target perdagangan senilai US$200 milyar dengan menggunakan mata uang kedua negara tersebut, tanpa dolar AS sama sekali.

News Bitcoin mengutip pernyataan Perdana Menteri Rusia, Mikhail Mishustin bahwa kedua negara hanya akan menggunakan Yuan dan Rubel untuk dalam kerjasama bilateral.

“Moskow dan Beijing berniat meningkatkan perdagangan saling antara keduanya melebihi target US$200 miliar tahun ini,” kata kepala pemerintahan Rusia tersebut.

Mishustin melanjutkan, sekitar 70 persen penyelesaian lintas batas antara Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok sudah dilakukan dalam mata uang nasional, yakni rubel dan yuan, alias tanpa menggunakan dolar AS.

Selama pembicaraan di Beijing dengan rekan sejawatnya, Li Qiang, ia menyoroti tren positif dalam hubungan perdagangan antara kedua negara di berbagai bidang.

“Saya yakin bahwa tahun ini kita tidak hanya akan memenuhi tugas yang ditetapkan oleh kepala negara untuk meningkatkan perdagangan saling hingga US$200 miliar lebih awal dari jadwal, tetapi kita juga akan melebihi tonggak ini,” katanya sebagaimana dilansir dari kantor berita RIA Novosti.

Mishustin menekankan sifat strategis kerja sama bilateral di sektor energi.

“Rusia menempati peringkat pertama dalam pasokan minyak ke Tiongkok, ekspor gas alam, batu bara, dan listrik semakin meningkat,” jelas pejabat tersebut sambil mencatat ekspansi kerja sama “di bidang energi nuklir damai.”

Perdana Menteri Rusia juga menekankan bahwa dalam kondisi geopolitik baru, pengembangan rute transportasi dan logistik yang melewati perbatasan Rusia-Tiongkok sangat penting.

“Yakni, dengan menunjukkan bahwa kedua negara sedang mempercepat pengembangan infrastruktur yang diperlukan untuk meningkatkan transportasi barang.”

Moskow dan Beijing telah memperkuat ikatan perdagangan dan ekonomi di tengah konfrontasi dengan Barat dalam beberapa hal.

Upaya besar telah dilakukan untuk mendolarisasi penyelesaian saling dan beralih menggunakan mata uang nasional baik dalam blok negara-negara ekonomi yang sedang berkembang BRICS maupun Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) regional, di mana keduanya menjadi anggotanya.

Sebelumnya, Tiongkok dan Rusia sedang membujuk negara-negara berkembang lainnya untuk bergabung dalam upaya internasional untuk menggulingkan dolar AS (dedolarisasi).

Negara-negara berkembang di Asia dan Afrika mencari pengganti dolar AS dengan mata uang asli mereka sendiri atau mata uang baru. Perkembangan ini menghambat prospek dolar dan menantang statusnya sebagai mata uang cadangan dunia. [ab]

Terkini

Warta Korporat

Terkait