Baru Dibentuk, Tim Skandal Kripto LIBRA Sudah Dilenyapkan

Langkah mengejutkan datang dari pemerintah Argentina pekan ini. Presiden Javier Milei resmi membubarkan satuan tugas investigasi yang dibentuk untuk menyelidiki skandal kripto kontroversial, LIBRA.

Keputusan ini muncul hanya beberapa bulan setelah tim tersebut dibentuk dan belum lama sejak token kripto itu dipromosikan langsung oleh Presiden Milei sendiri dan anjlok parah.

Apakah ini pertanda akhir dari penyelidikan? Tidak juga. Tapi bagi banyak orang Argentina, terutama mereka yang sempat tergoda membeli token itu saat nilainya melonjak drastis, keputusan ini terasa seperti angin dingin yang menusuk kepercayaan mereka.

Pembubaran Satgas Kripto LIBRA yang Cepat

Satuan tugas yang dikenal dengan nama Unidad de Tarea de Investigación (UTI) awalnya dibentuk pada Februari lalu.

Tugasnya cukup berat, yakni menghubungkan titik-titik antara lembaga-lembaga penting seperti Kantor Anti-Korupsi, Bank Sentral, hingga Komisi Sekuritas Nasional, untuk menyelidiki arus uang dan potensi penyalahgunaan kekuasaan yang melibatkan kripto LIBRA.

Namun, belum genap empat bulan, Presiden Milei menandatangani Keputusan 332/2025 yang menyatakan tugas mereka “telah selesai” dan satuan ini dibubarkan. Bahasanya resmi, tentu. Tapi di balik redaksional itu, muncul banyak tanya.

Apakah misi mereka benar-benar selesai, atau ada sesuatu yang sengaja ditutup lebih cepat dari seharusnya?

Kecurigaan Meningkat, Bukti Masih Dicari

LIBRA sempat menjadi buah bibir ketika harganya melonjak drastis usai Milei memberikan dukungan terbuka pada 14 Februari lalu. Tidak main-main, valuasinya sempat menyentuh angka US$4,5 miliar.

Tapi euforia itu tak bertahan lama. Dalam hitungan hari, nilainya merosot lebih dari 97 persen. Investor panik. Ratusan juta dolar AS hilang bak ditelan bumi.

Yang membuat semuanya makin panas, adalah dugaan bahwa sebagian dari orang dalam dan pendiri token tersebut berhasil menjual aset mereka tepat sebelum kejatuhan besar itu.

Transaksi mencurigakan mulai terlacak. Bahkan, nama adik perempuan Milei, Karina Milei, ikut disebut dalam jejak transaksi digital yang kini dianalisis aparat hukum.

Pihak istana bersikeras bahwa pembubaran UTI tidak berarti kasus ini ditutup. Semua data dan temuan telah dialihkan ke kantor kejaksaan, dan penyelidikan kriminal tetap berjalan melalui jalur hukum. Tapi publik, khususnya pihak oposisi, tidak begitu saja menelan penjelasan ini.

Lawan Politik Tidak Diam

Anggota parlemen dari kubu oposisi menyuarakan kekhawatiran mereka sejak awal. Mereka menganggap UTI hanya kedok belaka, semacam panggung sandiwara legal agar seolah-olah penyelidikan berjalan transparan. Kini setelah dibubarkan, argumen mereka seakan dapat angin.

Seorang legislator bahkan menyebut bahwa keputusan ini terasa seperti “memadamkan lilin di tengah proses otopsi.”

Kritik ini muncul karena banyak yang merasa momen pembubaran terlalu cepat, mengingat beberapa bukti baru justru sedang dianalisis, termasuk akses rekening bank dari individu terkait sejak tahun 2023.

Dari semua ini, satu hal yang tak bisa diabaikan adalah keretakan kepercayaan publik. Skandal LIBRA bukan hanya tentang uang digital. Ini tentang harapan masyarakat yang ingin ikut ‘cepat kaya’ dalam dunia kripto yang menggoda, tetapi justru terjebak dalam permainan kekuasaan.

Bayangkan saja seseorang yang menjual motor satu-satunya demi membeli token karena percaya ucapan Presidennya, hanya untuk melihat nilainya ambruk dalam seminggu. Lalu melihat pemerintah membubarkan tim penyelidik begitu saja, pasti rasanya seperti ditampar dua kali.

Di sisi lain, kejadian ini menyoroti betapa belum siapnya banyak negara, termasuk Argentina, dalam mengatur dunia kripto yang masih seperti Wild West. Minim regulasi, penuh spekulasi dan terlalu banyak yang bermain di balik layar.

Meski UTI telah dibubarkan, proses hukum tetap bergulir. Hakim María Romilda Servini kini menangani kasus ini, dan penyelidikan diharapkan tetap transparan meskipun tanpa badan khusus.

Namun demikian, tekanan dari masyarakat sipil dan media sangat diperlukan agar kasus ini tidak lenyap begitu saja di antara berkas-berkas lama di meja kejaksaan.

Pada akhirnya, lebih dari sekadar kasus kripto atau hukum, ini adalah soal integritas kepemimpinan dan bagaimana sebuah bangsa menghadapi krisis kepercayaan.

Skandal LIBRA mungkin hanyalah satu bab dari cerita panjang antara kekuasaan dan harapan rakyat. Tapi jika akhir ceritanya adalah pembiaran, bukan keadilan, maka luka yang ditinggalkan bisa jauh lebih dalam dari sekadar kerugian uang.

Terkini

Warta Korporat

Terkait