Bitcoin Akan Menggantikan Emas?

Apresiasi terhadap Bitcoin meningkat dan sempat melejitkan harganya hingga lebih dari Rp500 juta. Harganya berlipat lebih dari 300 persen pada tahun lalu. Aset jadul, yakni emas malah lemas, karena hanya berimbal hasil tak sampai 30 persen pada tahun 2020. Banyak orang bertanya, bisakah Bitcoin kelak menggantikan peran emas?

Ada perang ideologi antara pendukung emas dan pendukung Bitcoin. Demi membandingkan secara akurat antara emas dan Bitcoin, setiap aset harus ditimbang terhadap beragam atribut yang menjadikan “suatu uang” sebagai “uang yang baik”.

Selain itu, sejarah uang juga perlu diselami demi memahami apa yang terjadi ketika uang dominan di suatu masa diadu dengan uang yang superior.

Sejumlah peristiwa bersejarah penting akan dibahas untuk mendukung penemuan ini, meliputi Perintah Eksekutif 6102 dari pemerintah AS dan juga biaya yang dibayar Madrid ke Moskow untuk memindahkan emas dari Spanyol ke Rusia semasa Perang Sipil Spanyol.

Selain itu, perkiraan biaya merepatriasi emas Venezuela dari Inggris akan didasarkan sejarah sebelumnya. Poin-poin ini akan menyoroti beragam kesulitan bertransaksi memakai emas.

Uang Koin dan Hukum Gresham
Di sini ada dua prinsip uang yang harus dibahas, yakni Hukum Gresham dan Hukum Thier.

Hukum Gresham merujuk pada Thomas Gresham. Ia adalah saudagar asal Inggris dan seorang pengelola keuangan Rumah Tudor semasa abad ke-16. Hukum Gresham menyatakan: “uang buruk menghalau uang baik”.

Pengamatan Gresham berakar dari periode sejarah Inggris yang disebut Penurunan Nilai Besar, dari tahun 1544 ke 1551.

Raja Henry VIII ingin meningkatkan pendapatan kerajaan dan memulai proses mengurangi kandungan perak serta emas dari uang logam yang beredar.

Proses ini mengakibatkan terjadinya penimbunan koin yang memiliki kandungan emas dan perak yang lebih tinggi. Sedangkan koin dengan kandungan emas dan perak lebih rendah diedarkan dan digunakan oleh masyarakat.

Keputusan raja itu akhirya berdampak buruk bagi ekonomi Inggris, karena hilangnya kepercayaan warga terhadap nilai uang itu, termasuk terhadap kerajaan.

Parahnya, negara tetangga yang merupakan mitra dagang Inggris, menolak menerima uang itu sebagai alat pembayaran.

Karena berdampak tak baik, kebijakan itu akhirnya dihapus oleh Ratu Elizabeth I pada tahun 1560.

Makna peristiwa itu adalah, bahwa koin dengan kandungan emas dan perak lebih tinggi bisa hilang dari peredaran dan hanya koin yang diturunkan nilainya (akibat pengurangan kandungan), dipakai untuk membeli dan menjual.

Berdasarkan Hukum Gresham, jenis uang pertama disebut dengan “uang baik”. Sedangkan yang kedua adalah “uang buruk”, karena nilainya meluruh dalam kegiatan ekonomi.

Intinya, masyarakat lebih menghargai uang koin yang mengandung persentase logam mulia lebih tinggi dibanding koin yang tidak memilikinya.

Satu faktor kunci adalah koin yang diturunkan nilainya wajib digunakan sesuai ketentuan hukum legal tender alias berdasarkan hukum. Hukum Gresham ini penting dipahami untuk membahas tentang Hukum Thier.

Hukum Thier dan Inflasi
Hukum Gresham penting sebab membuka jalan bagi Hukum Thier. Perbedaan utama antara Hukum Gresham dan Hukum Thier adalah Hukum Gresham merujuk kondisi di mana warga dipaksa memakai uang akibat hukum oleh negara. Sedangkan Hukum Thier berlaku pada lingkungan di mana bentuk uang alternatif bisa bersaing dengan uang domestik.

Contoh penerapan Hukum Thier adalah hiperinflasi Weimar (nama lampau untuk Jerman) di tahun 1923. Ketika itu Jerman kehilangan nilai uang yang sangat besar, sehingga masyarakat tidak menerimanya sebagai alat pembayaran barang dan jasa.

Argentina juga menjadi contoh terbaru di kekinian kita, sebab dolar AS banyak digunakan dan diterima di negara tersebut akibat penurunan nilai peso. Warga Argentina lebih menerima dolar AS jika diberikan pilihan, daripada menggunakan uang yang diterbitkan oleh negaranya.

Apa yang terjadi ketika Hukum Thier diterapkan pada perubahan fase? Perubahan fase menandakan adanya penggantian bentuk uang dominan dengan uang superior, seperti kasus perak di India pada abad ke-19.

Standar emas (gold standard) terjadi ketika sejumlah negara mengadopsi unit hitung (unit of account) ekonomi standar yang didasarkan jumlah emas tertentu.

Aturan moneter ini menjadikan proses penyelesaian perdagangan internasional lebih efisien dengan tiadanya komponen pertukaran valas (valuta asing).

Pada akhir abad ke-19, sebagian besar negara adi kuasa seperti Inggris, Kanada, Jerman, Jepang dan Amerika Serikat memakai standar emas.

Kendati demikian, negara seperti Tiongkok dan India memakai standar perak. Kasus India menjadi gambaran dampak merugikan pemakaian standar perak ketika sebagian negara menggunakan standar emas. Dengan kata lain standar emas dalam posisi dominan alias superior.

Pada akhir abad ke-19, rasio emas ke perak meningkat terhadap emas. Semakin banyak perak dibutuhkan untuk membeli jumlah emas yang sama.

Di masa itu, India menjadi bagian Kerajaan Inggris dan diwajibkan membayar upeti ke Inggris, mirip seperti pajak.

Sebagai akibat penurunan nilai perak terhadap emas, biaya upeti ke Inggris membengkak, sebab Inggris memakai standar emas dan mengakibatkan pajak tinggi di India.

Pajak tinggi ini mengakibatkan pemberontakan masyarakat, dan di tahun 1898 India terpaksa meninggalkan perak dan memakai standar emas, sebab hanya emas yang diterima sebagai uang. Ini adalah contoh Hukum Thier.

Pada masa itu, India memakai standar emas dan dieksploitasi oleh spekulan asing yang menjual emas, demi mendapatkan perak di negara mereka sendiri, kemudian membeli emas lagi di India dengan harga yang lebih murah. Spekulan dapat mengulang proses ini hingga semua emas habis “dilahap” dari India.

Hal itu menjelaskan, bahwa komoditas yang lebih langka yakni emas, berhasil mengalahkan komoditas yang jumlahnya lebih banyak, yakni perak.

Berkat Hukum Thier, emas menjadi satu-satunya uang yang diterima di India, sebab itu masyarakat India sangat menghargai emas hingga saat ini.

Pasokan perak yang banyak dibandingkan emas menjadikan emas lebih bernilai dan berharga tinggi di pasar internasional pada abad ke-19.

Sifat Langka Bitcoin
Salah satu sifat “uang baik” adalah kelangkaan (jumlahnya lebih sedikit). Akun Twitter Plan B berhasil menghitung hubungan antara emas, perak dan Bitcoin melalui model stock-to-flow.

Memahami hubungan itu membantu kita memprediksi jenis uang mana yang akan menjadi uang dominan dan lebih memengaruhi jenis uang yang lain.

Ini Prediksi Harga Bitcoin Berdasarkan Model Stock-to-Flow

Stock-to-flow (StF) mengukur hubungan antara pasokan (supply) suatu aset, seperti jumlah emas yang sudah ditambang, dengan peningkatan posokan tahunan aset tersebut (produksi tahunan). Semakin tinggi skor StF suatu aset, maka semakin sulit menambah pasokan (jumlah) aset tersebut alias lebih langka.

Saat ini, skor StF untuk perak, emas dan Bitcoin adalah 33,3, 58,3 dan 56 untuk Bitcoin. Tetapi, emas dan perak memiliki skor StF yang sangat stabil.

Sedangkan Bitcoin meningkat drastis setiap empat tahun sekali akibat mekanisme Halving, di mana produksi tahunan berkurang setengah.

Akibatnya, skor StF Bitcoin akan meningkat menjadi 113 setelah Halving ke-4 pada tahun 2024, atau dua kalinya skor StF emas.

Selamat Bitcoin Halving III, 12 Mei 2020, Ini Prediksi Harganya!

Bagaimana penjelasan Hukum Thier terhadap Bitcoin? Berdasarkan sejarah, perak menggantikan logam dengan pasokan lebih banyak, seperti tembaga dan besi, dan menjadi uang seperti di Romawi. Perak kemudian digantikan oleh emas yang lebih langka pada abad ke-19.

Pada masa transisi ini, aset yang lebih langka lebih banyak diminati sebagai alat pembayaran barang dan jasa. Sedangkan aset yang lebih tinggi pasokannya sulit diterima, hingga akhirnya tidak digunakan sama sekali.

Bitcoin sebagai sebuah aset bernilai diprediksi akan menggantikan peran emas sebagai uang di masa depan dan berlaku sebagai aset cadangan global jika melihat riwayat sejarah.

Emas saat ini sudah digantikan oleh uang kertas dan uang digital yang diterbitkan oleh negara (fiat money). Tetapi, eksperimen dengan uang kertas bukanlah hal baru, seperti yang pernah terjadi di masa lalu Tiongkok, dan uang digital hanyalah perpanjangan dari uang kertas. Hanya berubah bentuk saja.

Kita bisa lihat Hukum Thier berlaku di setiap masa dan cukup apik menjelaskan hubungan uang dan peradaban. Masyarakat akan berhenti menerima “uang buruk” dan memilih uang baik, mungkin seperti Bitcoin.

Fase transisi ini sudah terlihat di negara-negara seperti Venezuela dan Argentina yang mengakomodir penggunaan Bitcoin dan jenis aset kripto lain untuk pembayaran, selain mata uang resmi, bolivar.

Venezuela Belanja Pakai Bitcoin dengan Negara Sahabat

Namun demikian, kelangkaan bukanlah satu-satunya aspek di mana Bitcoin unggul dibandingkan emas.

Bitcoin justru berkinerja lebih baik dibandingkan emas dalam berbagai aspek yang menjadikan Bitcoin tergolong sebagai “uang baik”.

Melihat Hukum Gresham dan contoh penerapannya di masa lampau, termasuk beberapa sifat Bitcoin dan emas sebagai perbandingan. Perbandingan ini melengkapi kajian kita tentang “uang baik”.

Ongkos Kirim
Untuk pengiriman dalam jumlah sedikit, 100 ons emas digunakan sebagai patokan. Emas sebanyak itu bisa dikirim dengan ongkos kirim US$315 (Rp4,4 juta). Bitcoin dengan nominal yang sama dapat dikirimkan dengan ongkir US$8 (Rp112 ribu) memakai address SegWit.

Untuk pengiriman uang dalam jumlah besar seperti remitansi antar negara (secara elektronis), dapat dilihat contoh paling modern. Semasa Perang Sipil Spanyol pada tahun 1936, Spanyol memindahkan 400 ton emas ke Moskow, Rusia (dulu bernama Uni Soviet).

Pihak Rusia membebankan biaya kirimnya sebesar 3,3 persen dari nilai emas. Berdasarkan biaya tersebut, pengiriman emas (saat ini bernilai US$1 milyar), maka ongkos kirimnya adalah US$32.997.989 (Rp41 milyar).

Kembali ke Asal, Apa Itu Bitcoin?

Sebagai perbandingan, transaksi Bitcoin senilai US$1 milyar pada tahun 2019 ongkirnya sekitar US$690 (Rp9,7 juta dengan kurs saat ini). Selisih ongkirnya lebar sekali, ongkir Bitcoin jauh lebih murah.

Baru! Kirim Bitcoin US$1 Miliar, Ongkirnya Kurang Dari Rp100 Ribu

 

Biaya Penyimpanan
Untuk penyimpanan dalam jumlah kecil, 100 ons (2,83495 kilogram) emas membutuhkan biaya US$451 untuk disimpan di kustodian (jasa simpan-titip). Bitcoin dengan nilai yang sama dapat disimpan memakai Ledger Nano S dengan harga US$59,99.

Mengelola Kripto ADA dengan Wallet Ledger dan Yoroi

Untuk penyimpanan jumlah besar, US$1 milyar emas memakan biaya US$2,9 juta per tahun, sedangkan Ledger Nano S tetap cukup untuk Bitcoin sebanyak apapun.


CATATAN REDAKSI: Ingatlah, bahwa Bitcoin Anda yang berbentuk digital itu sebenarnya tidak disimpan di wallet, tetapi di jaringan blockchain Bitcoin, di antara komputer server yang saling terhubung secara peer-to-peer.

Wallet hanyalah medium alias perantara fisik-nya saja, agar memudahkan Anda melihat dan mengelolanya. Ini serupa dengan uang elektronik bernilai rupiah, seperti OVO dan GoPay.

Saldo rupiah Anda sebenarnya tidak berada di dua aplikasi itu, tetapi di dalam jaringan pembayaran perusahan itu dan diawasi oleh perbankan dan bank Indonesia, serta pihak-pihak terkait.


Faktor Sensor
Emas harus melalui pihak ketiga ketika dikirimkan baik domestik atau internasional. Memindahkan emas dalam jumlah besar secara mandiri sangat berisik karena ada potensi pencurian. Emas pun harus diinformasikan kepada pihak-pihak berwenang ketika melintasi batas internasional. Pajak bea cukai bisa dikenakan.

Pihak bea cukai juga berperan penting menghalangi pergerakan emas lintas negara, karena sejumlah aturan hukum yang mungkin berbeda-beda. Ini menyulitkan transaksi di luar yurisdiksi. Pada kasus penyitaan di India, emas senilai US$46 ribu disita oleh negara walaupun para penyelundup menyembunyikannya di dubur mereka.

Waktu Penyelesaian Transaksi
Mengirim emas sebanyak 100 ons biasanya membutuhkan waktu tiga sampai sepuluh hari. Sedangkan transaksi Bitcoin rata-rata selesai dalam 10 menit, tergantung kepada lalu lintas jaringan blockchain dan fee.

Ngakak! Jual Bitcoin Rp56 Milyar Gara-gara Rumor Double Spending

Riwayat Penyitaan
Presiden Amerika Serikat Franklin Roosevelt pernah menyita dan menurunkan nilai emas pada tahun 1933 melalui Perintah Eksekutif 6102.

Sebab emas bersifat fisik dan padat nilai, emas sering disimpan di brankas kustodian seperti bank, sehingga menjadi sasaran empuk bagi oknum pejabat pemerintah yang rakus. Bitcoin yang bersifat digital sangat memungkinkan penyitaan Bitcoin sulit dilakukan.

Ini Penampakan Bitcoin US$1 Miliar Sitaan Pemerintah AS

Blockchain dan Kliring
Pembayaran mengggunakan emas harus melalui pihak ketiga, yaitu kliring agar dapat divalidasi. Hingga saat ini, emas harus diuji dan diverifikasi untuk menentukan kemurniannya dan apakah emas itu asli atau tidak. Sebaliknya, transaksi Bitcoin dapat divalidasi mandiri melalui penggunaan simpul (node) jaringan blockchain.

Bitcoin juga superior dibandingkan emas dari segi biaya, kecepatan dan ketahanan terhadap sensor.

Pengguna bisa Bitcoin dalam jumlah besar dengan wallet kecil, sementara emas dengan nominal sama membutuhkan alat angkut besar yang menjadi sasaran empuk penjahat.

Selain rasio stock-to-flow (StF), Bitcoin melampaui emas berdasarkan semua tolak ukur. Sejarah juga berpihak kepada Bitcoin sebagai uang yang paling aman.

Artikel ini bisa digunakan oleh komunitas Bitcoin untuk membantah retorika konyol dari pendukung emas, yang kerang mengkritik Bitcoin secara berlebihan.

Kendati demikian, emas tetap menjalankan peran moneternya dengan sangat baik di masa yang berteknologi lebih rendah.

Sedangkan Bitcoin berperan sebagai “uang lebih baik” dibandingkan emas di lingkungan saat ini. Uang sendiri adalah teknologi dan akan menjadi sasaran disrupsi. [bitcoinmagazine.com | ed]


Artikel ini diterjemahkan dari Bitcoin Magazine, karya Kent Polkinghorne.

Terkini

Warta Korporat

Terkait