Bitcoin Bukanlah Aset Safe Haven, Ini Penjelasan Rincinya

Profesor Campbell Harvey, sang penemu Yield Curve Signal mengatakan bahwa Bitcoin sejauh ini bukanlah aset safe haven, terlebih-lebih ketika pasar saham rontok akibat kekhawatiran wabah virus Corona (COVID-19). Apa sebenarnya penjelasan rincinya?

Pernyataan Harvey sebenarnya jauh lebih mild daripada pernyataan si miliarder Warren Buffett, karena ada sarat argumen teknis, tidak sekadar nilai hitam-putih.

Kalau Buffett bilang Bitcoin tidak memiliki nilai, maka Harvey tak langsung memvonisnya seperti itu, tetapi sekadar mengatakan sebagai “aset spekulatif”, yang mana tersirat ada nilai di dalamnya.

“Saya tegaskan sekali lagi, bahwa nilai aset kripto (mata uang kripto), seperti Bitcoin, sangat sulit untuk diukur. Berbeda dengan saham, apalagi surat utang (bond),” katanya.

Pasar saham lebih mudah diukur karena ada imbal hasil yang dapat diprediksi, termasuk beberapa aspek risiko dalam memperoleh imbal hasil itu.

Surat utang (bond) justru lebih mudah lagi. Anda punya surat kontrak pembelian, takaran risikonya, maka Anda mendapatkan harga terhadapnya.

“Tetapi, pada aset kripto seperti Bitcoin dan Ether, benar-benar sangat sulit mengukur nilainya. Penyebab utamanya karena aset kripto tidak memiliki fundamental. Kecuali pada jaringanya itu sendiri, karena pengguna di dalam jaringan menilai Bitcoin sendiri ketika melakukan transaksi. Tapi, kebutuhan transaksi itu pun sekadar sifatnya spekulatif saja,” ujar dosen ekonomi di Universitas Duke itu.

Maksud Harvey adalah, ketika aset lain dianggap lebih bernilai seperti emas dan surat utang negara di AS, maka pemegang Bitcoin dan aset kripto lain cenderung menjualnya cadangan asetnya. Ini artinya aset kripto dianggap lebih berisiko daripada pasar saham, akibat wabah virus Corona yang sifatnya tak terduga.

Terkait anggapan bahwa Bitcoin adalah aset safe haven yang bisa melindungi nilai uang karena pasar saham ambruk, katanya, bahkan lebih sulit lagi dihitung.

“Sejauh ini Bitcoin bukan aset safe haven, karena kita tidak memiliki data historis yang cukup untuk menakarnya. Kelak, ketika pasarnya semakin luas, maka kita punya banyak pertimbangan untuk mengkajinya kembali,” tegasnya.

Harvey berkesimpulan, bahwa di masa depan, ketika sentimen di pasar modal sangat negatif seperti saat ini, maka aset kripto, termasuk Bitcoin berpotensi berperilaku serupa. [red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait