Bitcoin Tak Sedesentralistik yang Anda Pikirkan

Premis Bitcoin yang menarik banyak orang masih tetap sama: fitur-fitur Bitcoin memberi dukungan pada karakter desentralistiknya, di mana arah, tujuan dan harga ditentukan oleh mekanisme pasar dan bukan segelintir orang demi tujuan dan keuntungan kelompok mereka sendiri. Namun, benarkah demikian?

OLEH: Dimaz Ankaa Wijaya
Peneliti teknologi blockchain, Universitas Monash, Australia

Desentralistik (sebagai sebuah kata sifat), terkait dengan makna desentralisasi (decentralization). Menurut kamus Merriam-Webster, ia merujuk pada distribusi fungsi (function) dan kekuasaan (power). Desentralisasi berperan sebagai tema utama Bitcoin, yang berusaha memberikan alternatif sistem keuangan kepada masyarakat.

Bertentangan dengan sistem mata uang tradisional yang dikendalikan para bankir, Bitcoin mengembalikan kekuasaan terhadap uang dan keuangan, kepada rakyat dengan perpaduan teknik kriptografi, komputer dan jaringan Internet. Satoshi Nakamoto, sang pencipta Bitcoin, membuang fungsi pengendali tunggal dan menggantinya dengan model konsensus komputer.

Sistem Bitcoin yang terbuka membuat siapa saja dapat datang dan pergi kapanpun mereka mau. Di era sekarang ini, Bitcoin menjadi semakin mudah didapatkan. Pasar Bitcoin tersedia di hampir semua negara dan siapapun dapat membeli Bitcoin dengan nominal berapapun.

Sentralisasi Pengembangan Perangkat Lunak Bitcoin
Kajian khusus oleh Bitmex belum lama ini, seharusnya membuka mata semua orang. Bitmex menyebutkan bahwa Bitcoin saat ini dikembangkan tidak oleh ribuan orang, tidak oleh semua orang, tetapi oleh sekelompok elit pengembang perangkat lunak.

Para elit ini dibekingi perusahaan atau organisasi yang bergerak di bidang blockchain dan aset kripto, seperti Blockstream dan MIT Digital Currency Initiative (MIT DCI). Square Crypto, Chaincode Labs, Lightning Labs dan pasar aset kripto, termasuk BitMex sendiri serta Bitfinex ikut mendanai para kontributor kode Bitcoin.

Gaji pengembang perangkat lunak untuk proyek sebesar Bitcoin yang punya kapitalisasi pasar lebih dari US$100 miliar tentu saja cukup besar.

Meski demikian, Blockstream mampu mengalokasikan hingga 8 penulis kode ke proyek Bitcoin. Taruhlah tiap pengembang digaji US$100 ribu per tahun, maka Blockstream harus membayar US$800 ribu atau setara Rp13 miliar tiap tahunnya!

Dengan biaya gaji pengembang hampir sejuta dolar, bukankah logis jika kita curiga Blockstream dan perusahaan lainnya punya kepentingan yang kuat terhadap arah pengembangan Bitcoin? Bagaimana jika pada akhirnya Bitcoin dikondisikan sedemikian rupa untuk memberikan keuntungan kompetitif (competitive advantage) pada perusahaan-perusahaan itu?

Jika sentralisasi terjadi pada pola pengembangan perangkat lunak Bitcoin, maka pantaslah kita bertanya, masihkah Bitcoin menyandang gelar sebagai sistem terdesentralisasi?

Sentralisasi Penambangan
Adalah rahasia umum bahwa sejak munculnya mesin ASIC, Bitcoin tak lagi ramah pada penambang-penambang kecil. Penambangan Bitcoin menjelma menjadi industri dengan investasi jutaan dolar sejak harga Bitcoin melesat naik, yang mencapai puncaknya pada akhir tahun 2017.

Para penambang rumahan yang bermodal satu-dua mesin ASIC jelas saja tak mampu bersaing dengan taipan-taipan pemilik infrastruktur penambangan Bitcoin dengan ribuan bahkan ratusan ribu mesin ASIC. Demikian, keuntungan dari mining reward Bitcoin tentu saja diberikan pada pemilik rente.

Harga Bitcoin yang naik-turun belakangan ini membuat pemain-pemain kecil gulung tikar. The Coin Republic menurunkan artikel kontroversial, yang menyebut bahwa penambang kecil tak hanya nirkontribusi, tetapi juga memberikan tekanan tambahan terhadap ekosistem Bitcoin.

Tambang Bitcoin di Amerika Serikat juga bernasib serupa. Harga Bitcoin yang terus tertekan sejak Jumat, 12 Maret 2020 lalu, memaksa tambang Bitcoin, Digital Farm gulung tikar untuk sementara.

Para penambang berkantong tipis ditengarai sangat sensitif terhadap fluktuasi harga Bitcoin, sehingga mereka terpaksa menjual Bitcoin mereka dengan harga yang masih masuk akal, ketimbang menyimpan Bitcoin dalam jangka waktu lama.

Nah, penjualan Bitcoin untuk ditukar dengan uang fiat ini tentu saja ikut menggerus harga Bitcoin di pasaran, yang membuat banyak orang berpikir bahwa Bitcoin akan lebih baik jika dikuasai oleh penambang besar.

Penambang-penambang besar berkantong tebal tak sensitif harga. Mereka punya cadangan duit yang cukup untuk menjalankan operasi mereka dalam jangka waktu lama tanpa harus menguangkan Bitcoin mereka di pasar aset kripto.

Sentralisasi pasar dan bisnis
Bitcoin dan mata uang kripto lainnya diharapkan membawa angin segar bagi perusahaan rintisan dan bahkan individual, untuk lebih banyak berkontribusi dan berperan serta dalam sistem ekonomi yang konon “terdesentralisasi”.

Faktanya, pasar-pasar aset kripto 99 persen merupakan perusahaan berorientasi profit, yang dikelola sesuai kepentingan mereka. Bisnis aset kripto memerlukan investasi dan perizinan yang luar biasa mahal, di luar jangkauan mayoritas orang.

Sentralisasi pasar dan bisnis, tak pelak menjadi reinkarnasi para bankir dalam sistem keuangan tradisional, yang uniknya ingin dihindari oleh Bitcoin!

Sentralisasi Kepemilikan Bitcoin
Dampak dari monopoli penambangan, pasar dan bisnis berbasis Bitcoin adalah mengerucutnya kepemilikan Bitcoin kepada beberapa orang super kaya dan para pengadopsi awal (early adopter), termasuk pula Satoshi Nakamoto. Ia ditengarai punya lebih kurang sejuta Bitcoin dalam dompet Bitcoin miliknya.

Kepemilikan Bitcoin yang dikuasai sekelompok kecil orang amatlah berbahaya. Artikel dari Loper-os ini sangat jelas menggambarkan apa yang terjadi jika Satoshi atau para “paus” mencairkan Bitcoin mereka.

Saat pasar dibanjiri sangat banyak Bitcoin, harga akan terjun bebas. Saat harga Bitcoin rontok, diyakini lebih banyak orang menjual Bitcoin, yang pada akhirnya harga Bitcoin akan jatuh lebih dalam. Pada akhirnya, harga bitcoin akan kembali seperti semula: nol.

Kesimpulan
Visi Satoshi Nakamoto untuk menciptakan sistem keuangan bagi semua orang tampak masih jauh dari harapan. Model keuangan desentralistik terbukti tak cukup diterapkan menggunakan teknik kriptografi dan komputer belaka.

Aspek ekonomi, bisnis dan perilaku manusia perlu dipertimbangkan untuk menciptakan sistem keuangan yang murni desentralistik. [*]

 

Terkini

Warta Korporat

Terkait