Debat (Lagi) Bitcoin versus Emas

Perdebatan soal keunggulan antara Bitcoin dan Emas selalu mengemuka. Pasalnya ada dua faktor. Pertama, harga emas secara global menurun drastis sejak tahun 2012. Dan kedua, sebagian orang mengalihkan uang fiatnya ke Bitcoin, setelah pasar saham ambruk, ketika genderang perang dagang AS-Tiongkok dimulai.

Perdebatan terbaru datang antara Barry Silbert, CEO Digital Currency Group dan Peter Schiff sang investor logam mulia.

“Emas dengan cepat mulai ditinggalkan oleh sejumlah individu secara global sebagai lindung nilai uang. Dunia modern saat ini tak lagi bergantung pada emas dan menggunakannya dalam transaksi sehari-hari. Saat ini yang membeli emas hanya dua pihak, yakni orang India dan bank sentral. Karena sebagian besar dari kita tidak tumbuh besar di era silam di mana uang disandarkan pada ketersediaan emas, maka orang modern mencari alternatif lain selain emas, yakni Bitcoin,” kata Silbert.

Schiff menimpali klaim Silbert, bahwa Bitcoin tidak memiliki nilai sama sekali dan memerlukan verifikasi dan penambangan yang konstan. Sedangkan itu tak terjadi pada emas selama ribuan tahun.

“Pada emas sama sekali tidak diperlukan energi yang besar agar jaringan dapat tumbuh seperti pada Bitcoin. Agar aset dapat menjadi uang, maka nilai independennya harus melebihi perannya sebagai medium of exchange. Bitcoin serupa dengan uang fiat, dolar AS, poundsterling dan yen yang dapat runtuh kapan saja,” tegas Schiff.

Sebagai kelas aset baru, Bitcoin memang belum mampu menandingi nilai emas yang kapitalisasi pasarnya mencapai US$7 triliun. Sedangkan Bitcoin baru US$140 miliar, per 4 Juni 2019. Namun, jikalau ditilik dari karakteristik khususnya, jelas jauh berbeda. Tak seperti emas, karena berbasis elektronik, Bitcoin dapat dilacak keberadaannya termasuk transaksinya, kapan dan di mana saja.

Bitcoin juga lebih mudah ditransfer daripada emas fisik, sekaligus lebih aman. Jumlah suplai emas juga jelas tak mudah diverifikasi, berapa ton yang sedang beredar dan berapa ton yang masih berada di perut bumi agar bisa ditambang. Jumlah suplai emas dan Bitcoin memang dibatasi, tetapi Bitcoin secara sistem mudah melacak perubahannya, yakni maksimal hanya 21 juta unit dengan jumlah unit baru yang ditambang setiap 10 menit.

Lalu, Bitcoin menerapkan teknik deflasi, yang dikenal dengan Block Reward Halving, dengan mengurangi jumlah suplainya sebanyak separuh setiap 4 tahun. Pada Mei/Juni 2020 jumlah unit Bitcoin baru per 10 menit berkurang separuh, dari 12,5 BTC menjadi 6,25 BTC. Saat ini Bitcoin yang beredar lebih dari 17 juta unit. [Bitcoinnews.com/vins]

Terkini

Warta Korporat

Terkait