Karena Resesi dan Inflasi, Bitcoin dan Emas Terus Diincar

Gabriel Rey CEO bursa aset kripto Triv berpendapat, bahwa aset Bitcoin dan emas akan terus diincar sebagai portofolio investasi yang menarik. Pasalnya nilai dua aset “beda generasi” itu terus meningkat seiring waktu.

“Emas misalnya sudah meroket menembus rekor tertinggi sepanjang masa, yakni lebih dari US$2 ribu per oz. Sedangkan Bitcoin menguat besar sejak Maret 2020 dari Rp72 jutaan menjadi Rp180 juta pada akhir Juli-Agustus 2020 lalu. Bahkan harga Raja Aset Kripto sudah menembus rekor tertinggi selama setahun,” kata Rey hari ini, Sabtu (29 Agustus 2020) memperluas komentar sebelumnya dalam webinar kemarin, “Optimalisasi Investasi di Tengah Badai Resesi“.

Narasumber lain selain Rey di webinar itu, yakni Indra Sjuman, Pendiri Indogold.id menyoroti harga emas yang akan terus diakumulasi, sebagai akibat situasi ekonomi global yang tak menentu saat ini.

“Pengguna platform kami kebanyakan adalah generasi milenial yang masih merasa emas adalah pilihan terbaik untuk investasi jangka panjang. Saya yakin harga emas di masa depan akan terus menguat, kendati saat ini terkoreksi setelah menembus rekor tertinggi sepanjang masa,” imbuhnya.

Rey juga meyakini harga kedua aset itu terdampak oleh resesi yang sudah melanda 22 negara, yang di antaranya adalah negara-negara maju.

Rey juga menyoroti dampak melemahnya mata uang dolar AS, sebagai akibat kebijakan The Fed dengan target inflasi sebesar 2 persen.

“Inflasi terbesar di AS sepanjang tahun 2020 terjadi pada Januari 2020, yakni 2,5 persen, lalu berangsur-angsur turun menjadi 1 persen pada Juli 2020. Namun kebijakan terbaru oleh The Fed baru-baru ini, dengan sasaran inflasi 2 persen dapat dinilai sebagai acuan baru bagi pasar untuk membeli aset-aset yang lebih bernilai seperti emas dan Bitcoin,” katanya.

Kata Rey lagi, inflasi itu erat kaitannya dengan sejumlah program moneter oleh The Fed sendiri, yakni dengan menambah jumlah uang beredar di pasar melalui pembelian obligasi termasuk saham-saham perusahaan.

“Dengan semakin banyak banyaknya jumlah uang dolar AS yang beredar berdampak pada menurunnya nilai mata uang itu. Inilah yang kelak mendongkrak harga aset lainnya,” kata Rey.

Bahkan jauh sebelum kebijakan The Fed itu, lanjutnya, sentimen negatif oleh pengusaha besar AS sendiri terhadap ekonomi semakin mencuat dan membela nilai Bitcoin.

Rey mencontohkan langkah besar Paul Tudor Jones pendiri Tudor Investment Corporation beberapa waktu lalu yang memutuskan membeli Bitcoin agar nilai keuangannya lebih terjaga.

Rey dan Indra juga sepakat bahwa cara terbaik untuk mendapatkan return sempurna dalam berinvestasi di emas dan Bitcoin adalah melalui strategi dollar cost averaging (DCA).

Cara itu bisa disebut mirip cara menabung, yakni secara rutin melakukan pembelian di waktu yang sama dengan besaran uang yang sama, misalnya setiap bulan, tanpa peduli di harga berapapun aset itu.

“Dengan asumsi gaji per bulan adalah Rp5 juta, disarankan menyisihkan sekitar 10 persen saja, yakni Rp50 ribu untuk membeli emas,” kata Indra. [red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait