Ketika Dulu Bitcoin Berpotensi Kena 51 Percent Attack

Adalah sebuah mitos, bahwa sistem Bitcoin tidak bisa “dibajak” melalui 51 Percent Attack. Di masa lampau, Bitcoin berpotensi kena serangan jenis itu gara-gara satu bitcoin mining pool, hash rate-nya sudah 51 percent.

Namun pada Juni 2014 itu, berkat kekompakan komunitasnya dan memang tak ingin menyerang, akhirnya “pembajakan” bisa terhindarkan.

51 Percent Attack adalah jenis serangan terhadap sebuah blockchain, ketika hash rate satu entitas penambangan Bitcoin, bisa berupa mining pool (satu kumpulan beberapa penambang) menguasai lebih dari separuh total hash rate yang ada.

Secara spesifik hash rate mewakili kekuatan penambangan sebuah alat tambang Bitcoin. Ant Miner S9 buatan Bitmain misalnya memiliki hash rate 13,5 Terahash (TH) per detik.

Per 30 Januari 2021, total hash rate penambangan secara global mencapai 114.915 Petahash (PH) per detik.

Jika Anda ingin melakukan 51 Percent Attack, berdasarkan perhitungan Crypto51, maka dibutuhkan biaya sekitar US$716.072 (lebih dari Rp10 miliar) per jam.

Biaya itu dihitung berdasarkan biaya sewa hash rate di situs Nice Hash. Dengan hash rate sebesar itu (114.915 PH per detik), Crypto51 menyebutkan peluang “NiceHash-able-nya” adalah nol (0) persen.

Serangan terukur dan berbiaya sangat besar itu berdampak buruk bagi Bitcoin misalnya. Serangan itu memungkinkan terjadinya double spending, alias unit uang Bitcoin (BTC) yang sama bisa digunakan beberapa kali untuk transaksi yang berbeda.

Itu sama halnya menyalin data bit Bitcoin itu sendiri, mendekati teknik “copy-paste” sebuah file.

Pelaku serangan juga bisa membatalkan sejumlah transaksi dan mencuri Bitcoin-nya.

Memang benar Satoshi Nakamoto mengatakan pada whitepaper-nya, bahwa double spending bisa dicegah dengan mendistribusikan semua data transaksi dalam jaringan peer-to-peer.

Tetapi, yang sulit dihindari adalah sebuah entitas dengan biaya yang sangat besar dan berani menanggung risiko bisa melakukan 51 Percent Attack itu.

Hampir 51 Percent Attack pada Tahun 2014
Pada Jumat, 13 Juni 2014, untuk kali pertama Bitcoin terancam kena 51 Percent Attack. Kala itu sebuah mining pool bernama Ghash.io (terafiliasi dengan CEX.io) besaran hash rate-nya sudah mencapai 51 persen dari total hash rate tambang Bitcoin secara global.

Kalau ingin dan kompak, posisi itu sangat memungkinkan para penambang di Ghash.io melakukan pembajakan terhadap blockchain Bitcoin.

Ketika bitcoin mining pool Ghash.io besaran hash rate-nya sudah mencapai 51 persen dari total hash rate tambang Bitcoin secara global. Sumber: Insider.com.

Gara-gara peristiwa itu, harga Bitcoin langsung ambruk 5 persen menjadi US$563. Padahal belum lama berselang, komunitas Bitcoin masih kaget gara-gara kasus peretasan bursa aset kripto MtGox di Jepang.

Bursa itu adalah perintis dan terbesar untuk perdagangan aset kripto di masanya, karena memuat lebih dari 70 persen transaksi Bitcoin sedunia.

Kasus itu sendiri saat ini masih kena tanggung, karena sejumlah korban peretasan, yakni pengguna masih menunggu ganti ruginya.

Apa yang dilakukan oleh komunitas penambang Bitcoin kala itu sangat membanggakan. Alih-alih memanfaatkan peluang besar itu, BitFury sebuah perusahaan pertambangan Bitcoin, memutuskan memadamkan alat tambangnya. BitFury adalah anggota di mining pool Ghash.io itu. Akhirnya hash rate di Ghash.io berkurang menjadi 43 persen saja.

Langkah itu praktis mengurangi dominasi hash rate dari Ghash.io terhadap hash rate tambang Bitcoin global.

Patut dicatat, bahwa kala itu jumlah penambang di seluruh dunia masih sedikit dan tidak beragam seperti saat ini.

Hash rate gabungan Ghash mengkhawatirkan banyak pihak. Sebagai pemimpin dan mitra tepercaya dalam sistem Bitcoin, BitFury telah memutuskan untuk menarik sebagian dari kekuatan hashing-nya dari Ghash untuk membantu mengurangi kekhawatiran ini,” sebut BitFury, dilansir dari Guardian, Juni 2014.

Peristiwa itu mencerminkan tiada niat jahat dari Ghash memanfaatkan peluang itu untuk menyerang. Dan anggota komunitas Bitcoin cukup dewasa mencegah hal itu terjadi.

Sebelum Juni 2014 itu, di tahun yang sama pada Januari, Ghash sebenarnya sudah mencapai hash rate 45 persen. Dengan cepat “mereka dipaksa” mengambil langkah untuk mencegah 51 percent attack.

Kala itu Chris Dixon dari Andreessen Horowitz, menyebut masalah itu hanyalah masalah kecil dan bisa dipecahkan secara cepat dan bijaksana.

“Akan sangat sulit bagi mining pool untuk melakukan serangan. Sekalipun itu kecil,” kata Dixon di Twitter.

Andreessen Horowitz adalah perusahaan modal ventura ternama asal AS yang terkenal mendukung Bitcoin dan sejumlah proyek terkait. Andreessen Horowitz adalah salah satu perusahaan di balik pendirian Facebook.

Tak lama setelah “potensi hari kiamat Bitcoin” itu, Ittay Eyal dan Emin Gün Sirer, dua ilmuwan komputer dari Universitas Cornell membuat catatan soal itu di HackingDistributed.

“Ini adalah skenario hari kiamat. GHash berada dalam posisi untuk melakukan kontrol penuh atas transaksi di blockchain termasuk menentukan penambang mana yang bisa mendapatkan imbalan penambangan. Mereka dapat menyimpan 100 persen keuntungan penambangan untuk diri mereka sendiri jika mereka mau,” sebut ilmuwan itu.

Dalam catatannya di hari yang sama, Gavin Andresen, salah seorang pengembang utama Bitcoin, menyarankan para penambang untuk meninggalkan GHash.

Gavin Andresen Jadi Ragu Craig Wright adalah Satoshi Nakamoto si Pencipta Bitcoin

Namun ia yakin bahaya yang dihadapi jaringan terbatas, karena akan ‘membeku’ sebelum GHash bertindak terlalu jauh dengan serangannya.

Lalu apa tanggapan dari pihak GHash sendiri? Dilansir dari CryptoCoinNews juru bicara GHash mengatakan bahwa perusahaan tersebut tidak berniat menyerang jaringan, tetapi tidak menyesal tentang bobot pool dalam sistem.

“Kami memahami bahwa komunitas Bitcoin sangat bereaksi keras terhadap persentase hash rate yang diperoleh GHash. Namun, kami tidak akan pernah melakukan apa pun untuk merugikan ekonomi Bitcoin. Kami percaya akan hal itu. Kami telah menginvestasikan semua upaya, waktu, dan uang kami untuk pengembangan ekonomi Bitcoin. Kami setuju bahwa penambangan harus didesentralisasi, tetapi Anda tidak dapat menyalahkan GHash sebagai mining pool nomor satu di dunia,” kata Jeffrey Smith dari GHash.

Kala itu Ittay Eyal dan Emin Gün Sirer mengusulkan untuk membuat “hard fork” terhadap Bitcoin, yang akan mengorbankan beberapa atribut Bitcoin untuk mencegah serangan serupa lainnya di masa depan.

Usulan lainnya adalah membuat simpul jaringan penambangan yang peer-to-peer. Dengan cara ini, alih-alih dapat mengakses seluruh data blockchain, penambang hanya menargetkan beberapa cabang chain tertentu.

Kalau Kompak, Blokir Saja
Anggota lama ekosistem Bitcoin sebenarnya terus khawatir kalau potensi serangan serupa bisa terjadi di masa depan.

Misalnya saat ini hash rate penambangan Bitcoin secara global didomininasi dari Tiongkok yang mencapai lebih dari 65 persen.

Jikalau penambang itu secara serentak dan kompak ingin menyerang, potensi kiamat bisa saja terjadi.

Tapi, sekali lagi, ekosistem Bitcoin sudah dewasa. Alih-alih menyerang, dan karena peluang ruginya juga besar, serangan justru merugikan nilai Bitcoin secara global. Harga dapat dipastikan ambruk sejadi-jadinya. Kepercayaan terhadap sistem Bitcoin pun menjadi luruh.

Dalam ekosistem saat ini, jika terjadi 51 Percent Attack, maka kekompakan bisa terjadi seperti pada 2014 itu. Kemudian ditambah dengan memblokir aliran dana Bitcoin si penyerang, jika Bitcoin hasil curian itu ditransfer ke bursa tertentu.

Ini Protokol Bitcoin Baru Cegah “51 Percent Attack”

Ceritanya akan berbeda, jikalau pihak-pihak tertentu, katakanlah negara ataupun gabungan beberapa negara ingin melakukan serangan itu guna melumpuhkan sistem Bitcoin.

Ini sangat masuk akal, mengingat negara tertentu mungkin memiliki dana dan energi listrik yang melimpah dan siap mempertaruhkan apa saja yang ada untuk mencapai tujuannya. [/]

Terkini

Warta Korporat

Terkait