Mau Meretas Bitcoin? Biayanya Hanya Rp289 Miliar per Hari

Mau meretas Bitcoin? Menurut Messari biayanya “hanya” Rp289 miliar per hari. Kok bisa?

Saat ini ada dua cara untuk mencuri Bitcoin. Pertama, peretas menjangkiti server bursa aset kripto dengan malware khusus melalui surat elektronik. Ini pernah terjadi pada peretasan Binance tahun lalu.

Kedua, membongkar dan hardware wallet Bitcoin dan mendapatkan seed phrase-nya. Ini sudah dipraktikkan oleh Kraken terhadap Trezor.

Dan Ketiga, meretas jaringan blockchain Bitcoin itu sendiri melalui cara “51 Percent Attack“. Cara ketiga ini memang terhitung mahal, tapi berpotensi mendapatkan hasil curian terbesar daripada dua cara lainnya.

Cara ketiga ini, menurut Messari, biaya yang diperlukan mencapai US$21 juta atau sekitar Rp289 miliar.

Jelas Messari, saat ini biaya itu membuat Bitcoin hampir 8 kali lebih mahal untuk diserang daripada blockchain Ethereum. Untuk menyerang blockchain Ethereum dengan cara serupa, Anda perlu biaya hampir US$2,7 juta per hari.

Singkatnya, 51 Percent Attack adalah serangan terhadap blockchain hingga mendominasi 51 persen dari keseluruhan tingkat komputasinya (hash rate).

Dengan asumsi hash rate blockchain Bitcoin saat ini adalah 126,13 Exahash per hari, maka 51 Percent Attack harus mampu mendominasi hingga 64,3263 Exahash per hari.

Hash rate Bitcoin dalam 3 bulan terakhir. Sumber: Bitinfocharts.

Serangan itu pun harus dilakukan secara sistematis, struktural, masif, tepat dan terukur. Artinya serangan itu harus dilakukan dalam kendali penuh pihak tertentu.

Dalam hal ini, para penambang Bitcoin sangat berpotensi melakukan serangan itu, karena merekalah yang memiliki sumber daya terbesar.

Faktanya saat ini, hash rate penambangan Bitcoin secara global dikuasai oleh penambang dari Tiongkok yang mencapai 2/3 atau sekitar 66,66 persen. Ini bermakna penambang Bitcoin dari Tiongkok, kalau mereka mau, mereka bisa melakukan 51 Percent Attack terhadap blockchain Bitcoin.

Jika Anda bertanya mengapa mereka tak mau menyerang, jawabannya sederhana, karena akan akan kekacaubalauan terhadap ekosistem Bitcoin itu sendiri, termasuk ekosistem aset kripto secara umum.

Peta wilayah pertambangan Bitcoin. 66,6 persen hash rate-nya dikuasai oleh penambang dari Tiongkok.

Akan muncul ketidakpercayaan terhadap Bitcoin, yang pada akhirnya menurunkan nilai dan derajat Bitcoin itu sendiri.

Pun demikian, peluang keberhasilan 51 Percent Attack juga tak pasti. Artinya, dengan mempertimbangkan biaya sebesar Rp289 miliar per hari, kemudian peluang munculnya kekacaubalauan dan ketidakpastian peluang, maka para peretas harus berpikir ribuan kali.

Untuk menyerang blockchain Bitcoin, Anda tentu saja perlu mendapatkan mesin pertambangan yang cukup untuk mengendalikan lebih dari separuh hash rate Bitcoin itu.

Sebagai perbandingan, penyerang dapat memperoleh kendali terhadap blockchain Bitcoin Cash (BCH), Bitcoin SV (BSV) dan Litecoin (LTC) dengan biaya masing-masing di bawah US$1 juta (Rp13,7 miliar) per hari. Sedangkan untuk menyerang blockchain Ethereum Classic cukup dengan US$326.000 (Rp4,4 miliar) per hari.

Jika serangan berhasil dan bisa dipertahankan untuk waktu yang cukup lama, 51 Percent Attack memungkinkan peretas memblokir transaksi baru dan membalikkan transaksi terbaru. Bahkan berpotensi melakukan “reorg” atau mengurai kembali block transaksi yang sebelumnya telah terkonfirmasi. Di titik itu, prosesnya menyebabkan blockchain terpisah (splitted) sementara.

Namun, banyak perdebatan soal itu: hash rate yang mendominasi dan waktu yang cukup dalam sebuah serangan. Yang pasti, blockchain dengan algoritma konsensus Proof-of-Work (PoW) seperti Bitcoin sangat aman dari serangan seperti itu.

Lagipula hash rate Bitcoin terus naik, yang mencerminkan tingkat keamanannya, sekaligus mencerminkan tingkat kepercayaan para penambang terhadap perkembangan Bitcoin di masa depan. [Decrypt/red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait