Mitos Jual Data Pakai Blockchain, Jangan Mudah Percaya

Selama sepekan terakhir sejumlah media arus utama di Indonesia mengangkat banyak berita mengenai keunggulan blockchain sebagai teknologi jual beli data pengguna. Teknologi blockchain disebut sebagai pengganti alih-alih sebagai pelengkap agar pengguna, si pemilik data asli tetap mendapatkan keuntungan finansial dengan menjual datanya kepada pihak ketiga.

Premis utama dari argumen itu bahwa dengan sistem sentralistik yang kita gunakan selama ini, pihak ketiga tidak mengetahui secara sahih apakah data itu benar data milik pengguna atau hasil curian. Kemudian dengan sistem sentralistik, sebagaimana yang dilakukan Facebook dan Google, pengguna layanan itu hanya mendapatkan kepuasan psikologis dan tak mendapatkan keuntungan finansial dengan menjualnya kepada pihak lain secara transparan.

Teknologi blockchain memang memampukan menghadirkan cara baru untuk menjual data secara adil. Artinya, para penyedia layanan Internet tidak bisa sewenang-wenang menjual data pengguna kepada pihak ketiga dan mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Premis lain jual beli data menggunakan blockchain, pemilik data bisa membatasi, data-data apa saja yang bisa dijual.

Kemudian, pihak akhir, yakni pihak ketiga, yang disebutkan sebagai pihak pembeli data memperolah sejumlah paket informasi dan data yang telah diolah sebelumnya dan dijamin benar. Namun, ada aspek lain yang rentan di dalamnya, sehingga kita bisa menyimpulkan ada mitos yang terbentuk dengan model semacam ini.

Pertama, jikalau data yang dibeli itu dalam bentuk file PDF, JPG atau EXCEL, artinya file tersebut dapat dengan mudah disalin dan berpeluang dijual oleh pihak pembeli kepada pihak lain di luar platform jual beli data berbasis blockchain itu.

Kedua, tak ada yang menjamin bahwa data yang dibeli adalah data asli milik pengguna sebelum data itu disimpan ke dalam platform blockchain. Bisa saja, penjual data memindahkan data itu dari tempat lain dan diklaim sebagai miliknya sendiri.

Namun, hal yang paling rentan adalah pihak ketiga sebagai pembeli data sebagai end user yang memperoleh data dalam bentuk file biasa. Andaikata pihak ketiga bisa mendapatkan banyak data dari platform jual beli data itu dengan harga yang sangat murah, artinya, pihak ketiga itu berpeluang menjualnya kembali dengan harga yang lebih tinggi kepada pihak lain di luar platform blockchain, alias dengan cara tradisional.

Gagasan membuat platform jual-beli data berbasis blockchain bagi kami tak ubahnya akal-akalan terhadap kehebohan bahwa blockchain bisa mengubah segalanya. Tapi, itu dengan catatan bahwa ada gambaran lebih konkret apa dan bagaimana cara jual beli data tersebut dilakuan. Bahwa sejumlah proyek yang mengagung-agungkan itu sejatinya masih dalam tahap gagasan semata, tanpa mampu menunjukkan hal yang nyata dan punya faedah yang luas.

Perlu disoroti di sini, bahwa teknologi blockchain masih dalam tahap perkembangannya. Maka, sangat tak elok hanya sekadar menonjolkan keunggulannya, tetapi mengesampingkan kelemahannya, lalu memberikan iming-iming kekayaan kepada calon pengguna yang tak seluk-beluk di dalamnya yang sangat rumit. Strategi pemasaran boleh agresif, tetapi kalau sudah keterlaluan, bersiaplah menghadapi pengguna yang kelak justru berperan pasif lalu meninggalkan produk itu. [red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait