Tanpa banyak gembar-gembor, Komisi Sekuritas dan Bursa Thailand (SEC) tiba-tiba melayangkan gugatan pidana terhadap Aux Cayes FinTech Co. Ltd., perusahaan di balik platform bursa kripto global OKX.
Lembaga pengawas ini tidak sendirian, sebanyak sembilan individu juga ikut terseret karena diduga ikut andil dalam menjalankan atau mempromosikan layanan perdagangan kripto yang tidak berlisensi.
Isu ini bukan sekadar persoalan teknis perizinan. Sejak Oktober 2021, OKX diketahui aktif melayani pengguna asal Thailand melalui situs web mereka serta berbagai kanal media sosial seperti Telegram, X dan Line OpenChat. Mereka bahkan menarik biaya transaksi sebesar 0,1 persen dari setiap perdagangan.
Sementara sebagian besar orang mungkin menganggap layanan semacam ini itu biasa saja, otoritas Thailand justru melihatnya sebagai pelanggaran hukum yang serius.
“Tindakan tersebut merupakan bantuan atau fasilitasi dalam mengoperasikan bursa aset digital tanpa lisensi yang sesuai,” kata regulator, dilansir dari CrowdFundInsider.
Tuduhan ini kemudian dilaporkan secara resmi ke Divisi Penindakan Kejahatan Ekonomi (ECD) untuk proses penyelidikan dan penindakan lebih lanjut.
Beroperasi Senyap, Namun Terlacak
Yang cukup mencengangkan, operasi OKX di Thailand ternyata berlangsung selama lebih dari tiga tahun tanpa terdeteksi secara resmi.
Di sisi lain, upaya mereka untuk menarik pengguna lokal melalui media sosial membuat aktivitas ini akhirnya menarik perhatian otoritas. Bisa dibilang, promosi yang terlalu agresif malah menjadi bumerang.
Lebih lanjut lagi, SEC menjelaskan bahwa sembilan individu yang turut dilaporkan adalah pihak-pihak yang membantu penyebaran layanan tersebut secara online. Dengan kata lain, mereka dianggap mempermudah aktivitas perdagangan kripto ilegal ini agar lebih menjangkau masyarakat Thailand.
Kalau dibayangkan seperti membuka toko di gang sempit tanpa izin dari RT atau kelurahan, mungkin tak semua orang merasa itu masalah besar. Tapi dalam konteks aset digital dan regulasi, konsekuensinya bisa jauh lebih berat.
Pelanggaran ini masuk dalam ranah hukum pidana dan dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 66 Keputusan Darurat Bisnis Aset Digital tahun 2018, serta Pasal 86 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Thailand.
Risiko untuk Pengguna yang Terlibat
Yang lebih penting lagi, SEC Thailand menekankan bahwa masyarakat harus lebih waspada dalam menggunakan layanan bursa kripto yang tidak memiliki izin resmi.
“Investor yang bertransaksi lewat platform semacam ini tidak akan mendapatkan perlindungan hukum,” ujar pihak regulator.
Dalam kondisi ekstrem, dana mereka bisa saja disalahgunakan atau bahkan hilang, dan tidak ada jaminan pengembalian.
Masalah ini juga berkaitan dengan potensi pencucian uang, yang selama ini menjadi perhatian utama dalam industri kripto.
Dengan tidak adanya mekanisme pengawasan resmi, platform tak berizin berpotensi menjadi sarana kejahatan finansial. Bagi investor, ini seperti menyimpan uang di bawah bantal rumah orang lain yang bahkan tidak dikenal.
Masa Depan OKX di Thailand Dipertanyakan
Meskipun platform OKX sendiri cukup popular di berbagai negara, kasus ini bisa menjadi pukulan telak bagi reputasi mereka di kawasan Asia Tenggara.
Tidak hanya berurusan dengan hukum, mereka juga berisiko kehilangan kepercayaan dari pengguna, terutama di wilayah yang mengedepankan kepastian hukum seperti Thailand.
Namun demikian, belum ada tanggapan resmi dari pihak OKX terkait pengaduan ini. Jika terbukti bersalah, perusahaan dan individu terkait bisa menghadapi denda, hukuman penjara, atau bahkan larangan permanen untuk beroperasi di Thailand.
Sebagai pengingat, industri aset digital di Asia terus berkembang, tetapi tidak semua pihak mau bermain sesuai aturan. Bagi pengguna, mungkin ini saatnya bertanya, apakah platform tempat Anda berdagang benar-benar legal? Atau hanya tampak meyakinkan di layar, tetapi menyimpan jebakan di baliknya? [st]