Tambang Bitcoin Jadi Loyo, Ini Sebabnya!

Tambang Bitcoin sempat loyo beberapa waktu lalu. Pun lagi, penambang Bitcoin dari Tiongkok bisa jadi khawatir gara-gara isu penyelamatan lingkungan dan padamnya listrik di Kota Xinjiang.

Musababnya, bermula dari pernyataan investor, Kevin O’Leary. Ia mengatakan belum lama ini tidak akan membeli aset kripto itu dari Tiongkok, karena tidak diproduksi dengan energi bersih.

Dampak Suram

Jihan Wu, salah seorang pendiri alat tambang Bitcoin, Bitman, kepada Bitcoinist menilai pernyataan O’Leary akan berdampak suram bagi masa depan Bitcoin di Tiongkok.

Menurutnya, itu akan berimbas pada sejumlah pihak bakal menolak untuk membeli Bitcoin yang ditambang di Negeri Tirai Bambu itu.

Memang saat ini menambang aset kripto secara global menggunakan listrik yang sangat besar, setara dengan konsumsi listrik Belanda.

Sebagian sumber energinya juga berasal dari batu bara. Hanya sebagian kecil di Tiongkok menggunakan listrik energi air.

Artinya, Wu sendiri tak menampik, bahwa Tiongkok memang masih terjegal upaya perlindungan lingkungan.

Riset The Next Web pada Oktober 2018 menemukan 80 persen penambangan Bitcoin dilakukan oleh hanya enam kelompok penambang, di mana lima di antaranya dikelola secara langsung oleh individu atau perusahaan dari Tiongkok.

Jadi, secara teori, Tiongkok memiliki pengaruh besar terhadap jaringan Bitcoin. Bahkan berdasarkan data terkini dari Cambridge, 65 persen hash rate tambang Bitcoin berasal dari Tiongkok.

Tiongkok Akui Bitcoin sebagai Investasi

Di Tiongkok sendiri, banyak pejabat tinggi yang mempertanyakan faedah aset kript itu bagi perekonomian mereka.

Namun, Colin mengutip pernyataan Deputi Gubernur Bank Sentral Tiongkok, Li Bo, yang memiliki pandangan berbeda.

Menurutnya, Bitcoin seharusnya turut diberdayakan sebagai perangkat investasi juga.

Tambang Bitcoin Terganggu

Insiden daya listrik yang padam di provinsi Xinjiang, Tiongkok juga mengurangi hash rate tambang Bitcoin.

Saat artikel ini ditulis, menurut pengamat dari Mempool.space, idealnya jumlah transaksi rendah jaringan Bitcoin dipatok senilai 145 sat/vB (US$11.20).

Sementara dalam tataran tinggi dipatok 246 sat/Vb (US$19.00). Namun, hasil bersih transaksi karena insiden tersebut hanya mencapai kurang lebih 100 sat/vB.

Sementara data dari CryptoQuant mengindikasikan tarif jasa penambang BTC telah melonjak selama pekan lalu.

Sejumlah dat menunjukkan bahwa penambang telah menghasilkan US$15 juta dalam periode tersebut.

Tetapi insiden padamnya arus listrik di Tiongkok telah mengurangi hash rate sebesar 20 persen.

Tambang Bitcoin, AS Tangkap Peluang

Peristiwa itu tentu membuat peta penambangan Bitcoin di belahan dunia lain bergeser.

Sejauh ini, penangguk untung terbesar karena insiden listrik dan pernyataan O’Leary, adalah negeri Paman Sam.

Pendiri Digital Currency Group, Barry Silbert, dalam cuitan Twitter, menyatakan bahwa hash rate penambangan di AS mencapai total 7,6 persen.

Ini membuat peringkatnya meroket dari ke peringkat ke-5 (dari sebelumnya di posisi ke-10).

“Tak ayal, keadaan itu membuat peringkat hash rate lekas berpindah dari China ke AS,” ucap Silbert. [vin]

Terkini

Warta Korporat

Terkait