Teknologi Blockchain dan Industri Bambu Laminasi

Kita yang berkecimpung di ekosistem teknologi blockchain rasanya harus banyak belajar kepada COVID-19. Penyakit itu mengubah strategi bisnis kita, berkomunikasi dengan konsumen dan memberikan cara pandang baru soal peluang industri baru dan lapangan pekerjaan yang cerah, khususnya yang ditenagai teknologi blockchain.

OLEH: Panca Pria Budi
Blockchain Developer, Berdomisili di Jakarta

Bagi saya teknologi blockchain adalah alat untuk menggapai peluang-peluang baru dalam berbisnis, khususnya sektor yang sedikit terpengaruh oleh COVID-19.

Dalam artikel ini saya coba menegaskan kembali, bahwa perlu pemisahan makna antara blockchain dengan cryptocurrency (mata uang kripto) atau lazim dikenal di Indonesia dengan sebutan aset kripto.

Blockchain ibarat alat/mesin dalam produksi kendaraan bermotor, katakanlah mobil. Sedangkan aset kripto hasil akhir produksi itu itu dengan beragam merek mobil, misalnya Bitcoin (BTC) ibaratnya adalah Mercedez-Benz, Ether (ETH) adalah Chevrolet dan Stellar (XLM) adalah Tesla.

Dan dunia telah memaklumi keunggulan blockchain untuk urusan transfer nilai. Bitcoin misalnya memudahkan banyak orang mengirimkan triliun rupiah dalam satu transaksi dengan biaya transfer hanya ratusan ribu rupiah dalam waktu singkat. Itu sesuatu yang tidak sistem perbankan konvensional.

Aset kripto Ether dan Stellar juga melakukan itu dengan keunggulan relatif berbanding Bitcoin, tetapi tetap lebih unggul daripada sistem transfer uang lintas negara oleh perbankan.

Keunggulan aset kripto itulah yang membuktikan bahwa blockchain membawa manfaat ekonomi bagi para penggunanya, yakni efisiensi waktu, uang dan perluasan jangkauan.

Dengan kata lain blockchain sudah memecahkan masalah yang dihadapi pebisnis selama ratusan tahun. Ini revolusi!

Masalah di Sektor Lain
Patut dicatat, pada prinsipnya teknologi blockchain bisa diterapkan di sektor lain yang masih terjangkit “masalah”.

Bagi saya teknologi blockchain bisa kita gunakan sebagai alat agar membawa dampak positif, misalnya terhadap lingkungan hidup dan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat.

Menarik sebenarnya mencermati adalah masalah lingkungan hidup, mulai dari banjir, tanah longsor dan hal lain yang berdampak pada gangguan pada lapisan ozon.

Penyebab utamanya adalah deforestasi, di mana hutan kehilangan banyak pohon. Kita terlalu rakus dengan pohon untuk memberikan kita manfaat ekonomi. Padahal ada alternatif lain yakni bambu.

Bambu sebagai jenis rumput-rumputan, tumbuh tinggi sangat cepat, rata-rata 3-10 cm per hari (bergantung pada kondisi tanah dan iklim). Akarnya mampu memperbaiki kondisi tanah sekaligus memproduksi oksigen.

Namun dalam konteks artikel ini, bambu yang saya maksud adalah bambu jenis khusus untuk kebutuhan industri dan material bangunan. Bambu jenis ini agar maksimal, dipanen dalam waktu 4 tahun.

Manfaat Ekonomi Bambu
Agar bambu lebih berdaya ekonomi, maka ia perlu diproses terlebih dahulu. Salah satunya adalah proses laminasi. Bambu laminasi memiliki bentuk dan ketahanan seperti kayu, anti rayap dan bahkan lebih lentur daripada baja. Lazimnya saat ini, bambu laminasi digunakan untuk bahan baku material produksi bangunan berupa papan, balok, lantai dan furniture.

Penerapan bambu laminasi untuk gazebo. Sumber: litbang.pu.go.id.

Secara global nilai pasar bambu laminasi hingga tahun 2018 sekitar US$68,8 miliar. Pertumbuhan itu diprediksi meningkat 5 persen sepanjang tahun 2019-2025. Tiongkok saat ini menguasai pasar bambu laminasi sebesar 16 persen. Ini bermakna pangsa pasarnya masih terbuka lebar, apalagi di Indonesia.

Di Tiongkok, produk bambu laminasi masuk dalam industri berskala besar. Maklumlah, karena mereka benar-benar memahami potensi pasarnya, dan tentu saja mesin produksi, teknologi dan sistem yang efisien tersedia di negeri mereka.

Sedangkan di Indonesia, memang ada produsen sejenis. Hanya saja, karena permintaannya tidak terlalu besar, sehingga kapasitas produksi tidak terlalu besar. Ini yang mengakibatkan harga jual di konsumen akhir menjadi tinggi. Padahal bambu bermutu baik sangat melimpah di negeri ini, bahkan masuk peringkat ke-6 dunia.

Potensi ekonomi itulah yang mendorong Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman (Puskim), Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Balitbang PUPR) mencoba mengembangkan teknologi bambu laminasi itu.

Di masa depan, jikalau biaya produksi bambu laminasi semakin murah, bisa mengakomodir permintaan di pasar, sekaligus kelak menekan harga produk di konsumen akhir.

Ini akan berujung pada kesadaran sosial, bahwa bambu sama andalnya dengan kayu dan masyarakat turut serta melestarikan lingkungan, menyelamatkan hutan sebagai paru-paru planet bumi.

Aset Kripto sebagai Skema Pemodalan
Penciptaan aset kripto zaman kini menggunakan blockchain sejatinya adalah sistem crowdfunding (urun dana) yang melibatkan publik. Dengan memiliki aset kripto itu, mereka berperan serta dalam pertumbuhan bisnis sebuah perusahaan.

Dalam konteks aset kripto di sektor industri bambu laminasi, masyarakat Indonesia bisa berperan mendukung ekonomi baru berskala global itu, sekaligus menyelamatkan lingkungan. Jadi, ada nilai sosial juga yang diusung lewat aset kripto itu.

Dari sisi perusahaan, produsen bambu laminasi, mereka memiliki akses terhadap modal agar produksi bisa berjalan memenuhi permintaan pasar.

Namun, saat ini penciptaan aset kripto tak seperti 5 tahun silam. Tidak bisa lagi membuat smart contract sederhana, dibuat token lalu ditawarkan kepada publik. Harus ada pengayaan lebih baik, yakni sistem rantai pasokan (supply chain) yang transparan dan bisa diakses oleh publik.

Dalam konteks bambu laminasi, harus ada sistem rantai pasokan itu, di mana publik bisa memantau mulai proses penanaman bambu, pemeliharaan, pemanenan, produksi, distribusi sampai penjualan.

Prinsip dasar penerapan blockchain dalam proses supply chain.

Proses ini dicatatkan langsung di blockchain dan bisa diakses publik. Ini sekaligus menjamin mutu dan keaslian produk akhirnya.

Dengan aspek itulah aset kripto akan lebih memiliki nilai tambah, karena terpadu dengan sistem rantai pasokan dan adanya keterlibatan publik.

Dukungan Besar
Terwujudnya industri bambu laminasi yang besar di dalam negeri tentu saja membutuhkan modal dan waktu yang tak kecil.

Itulah sebabnya teknologi blockchain dan aset kripto/token digital amat sangat membantu perusahaan mengakses modal dan publik bisa berperan serta menyelamatkan lingkungan dari kerusakan. [red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait