Krisis Ukraina Hantui Pasar Kripto, Senin Bitcoin Luruh Lagi

Krisis pertahanan di Ukraina menghantui pasar kripto, akibatnya Bitcoin luruh hampir 9 persen pada Senin (24/1/2022). Dolar AS jadi menguat, mendorong pemegang aset berisiko tinggi itu terus memutuskan melakukan aksi jual.

Pasar kripto saat ini seolah-olah mendapatkan paparan badai yang sangat sempurna. Belum usai hantu tapering The Fed yang akan memperkuat nilai dolar AS lewat rencana kenaikan cepat suku bunga The Fed, kini krisis di Ukraina-NATO melawan Rusia jadi hantu baru lagi. Pun lagi ini kian menegaskan bahwa kelas aset baru ini punya korelasi erat dengan pasar modal di AS.

Pada Senin kemarin harga Bitcoin (BTC) jatuh hampir 9 persen ke level terendah dalam enam bulan. Per Senin petang pukul 18:00 WIB, Bitcoin diperdagangkan di kisaran US$33.200. Di hari yang sama pada dini hari sempat menguat di kisaran US$36.400.

Dengan capaian tertinggi sepanjang masa di US$69.000 pada November 2021, pelemahan terkini sudah mencapai lebih dari 50 persen.

Sedangkan kripto lain juga sama naasnya. Ether (ETH) di hari yang sama merangkak ke bawah hingga 12,7 persen di kisaran US$2.187, menyusul BNB, Cardano (ADA) dan Solana (SOL) longsor lagi, masing-masing di US$340, US$0.9 dan US$82. Nilai pasar kripto pun menguap hingga US$1,5 triliun. Capaian tertinggi adalah US$2 triliun menjelang akhir tahun lalu.

Bitcoin Terseret Sengkarut Krisis di Ukraina

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengatakan pada Minggu (23/1/2022), bahwa pihaknya memerintahkan anggota keluarga diplomat untuk meninggalkan Ukraina. Inilah sinyal sangat tegas, bahwa pejabat AS bersiap untuk mengambil langkah agresif melawan Rusia di wilayah tersebut untuk membela Ukraina. 

Kekhawatiran konflik yang bisa cepat meluas itu berdampak pada terpukulnya pasar saham di seluruh dunia, termasuk pasar aset kripto yang sedang berdarah-darah. Sebaliknya inilah yang membuat nilai dolar dan harga minyak mentah jadi menguat.

Menanggapi serangan hantu krisis Ukraina ini terhadap pasar kripto, Mark Elenowitz Presiden Horizon kepada Reuters tidak menampiknya, bahwa ekonomi makro saat ini memang menekan pasar saham dan kripto, termasuk Bitcoin.

“Bitcoin akan menghadapi tantangan naik kembali sampai kondisi ekonomi makro berubah. Secara umum, ketika suku bunga dinaikkan, kita bisa melihat lebih banyak aksi jual aset yang tampaknya berisiko seperti Bitcoin,” kata Elenowitz.

Sementara itu, harga saham yang terkait industri kripto juga ikut-ikutan rontok, seperti Riot Blockchain hingga Coinbase.

Reuters mencatat, saham perusahaan penambang Bitcoin Riot Blockchain (RIOT.O), Marathon Digital (MARA.O) dan Bit Digital (BTBT.O) merosot antara 7,3 persen dan 12 persen dalam perdagangan premarket, sementara saham bursa kripto, Coinbase Global (COIN.O) turun 7.8 persen.

Memang krisis Ukraina ini sebelumnya tidak diduga akan semakin kental seperti. Titik terangnya setidaknya dimulai ketika Presiden Joe Biden memerintahkan meningkatkan jumlah pasukan di Eropa Timur dan meminta semua keluarga diplomat untuk segera angkat kaki dari Kiew, Ibukota Ukraina.

Francesco Pesole, Ahli Strategi ING Bank mengatakan pasar lebih memilih masuk mata uang euro, walaupun bahwa pertikaian Rusia dengan Barat ini bisa saja mendorong semakin meningkatnya risiko pasokan energi ke Eropa.

Euro sempat turun 0,4 persen terhadap dolar AS menjadi US$1,1298 sedangkan indeks dolar naik 0,4 persen pada 96,01. Euro juga melemah terhadap franc Swiss, jatuh ke 1,0298, terendah sejak Mei 2015 . Sedangkan yen, menguat tipis 0,1 persen menjadi 113,56 per dolar, tertinggi satu bulan.

Indeks dolar telah naik sekitar 1,5 pesen sejak 14 Januari 2022. Selama periode ini, beberapa bank telah menaikkan perkiraan untuk kecepatan dan besaran kebijakan oleh The Fed.

Dilansir dari ABC, Minggu (23/1/2022), Kremlin telah berulang kali membantah bahwa Rusia berencana menginvasi Ukraina, bersikeras bahwa Rusia tidak menimbulkan ancaman bagi siapa pun dan bahwa negara yang memindahkan pasukan melintasi wilayahnya sendiri seharusnya tidak perlu dikhawatirkan.

Moskow melihat meningkatnya dukungan untuk Ukraina dari NATO dalam hal persenjataan, pelatihan dan jumlah personel militer, sebagai ancaman bagi keamanannya sendiri. Moskow juga menuduh Ukraina meningkatkan jumlah pasukannya sendiri dalam persiapan untuk upaya merebut kembali wilayah Donbas, sebuah tuduhan yang dibantah Ukraina.

Presiden Rusia Vladimir Putin telah menyerukan perjanjian hukum khusus yang akan mengesampingkan ekspansi NATO lebih lanjut ke arah timur menuju perbatasan Rusia, dengan mengatakan Barat belum memenuhi jaminan lisan sebelumnya.

Putin juga mengatakan bahwa NATO yang mengerahkan senjata canggih di Ukraina, seperti sistem rudal, akan melewati “garis merah” bagi Rusia, di tengah kekhawatiran di Moskow bahwa Ukraina semakin dipersenjatai oleh kekuatan NATO.

Kenaikan Suku Bunga Mungkin Dipercepat, Namun Ada Risiko

The Fed sendiri akan memulai pertemuan dua hari pada Selasa (25/1/2022) waktu setempat dan mungkin menandakan dimulainya kenaikan suku bunga yang akan dimulai Maret 2022. 

Sebagian besar pengamat meramalkan, kenaikan pertama menjadi 0,25 persen pada Maret dan tiga tahapan berikutnya menjadi 1 persen pada akhir tahun. 

Namun demikian, pimpinan di  di Pesole ING mengatakan, dengan mengesampingkan situasi Ukraina, menguatnya dolar bisa saja terhenti jika The Fed mengisyaratkan bahwa pengurangan belanja obligasi dan sekuritas adalah sarana untuk memperketat kebijakan umum.

“Jika itu terjadi, maka itu mungkin memaksa penurunan perkiraan untuk jumlah kenaikan suku bunga. Dolar AS pun akan lebih menguat gara-gara kenaikan suku bunga aktual daripada harapan bahwa kebijakan itu untuk mengurangi pasokan dolar dari pasar,” katanya, dilansir dari Reuters.

Namun ada beragam hal yang dipertaruhkan soal kebijakan menaikkan suku bunga ini, berdasarkan catatan Washington Post, 16 Desember 2021, upaya tapering yang terlalu cepat dapat menggagalkan pemulihan ekonomi akibat inflasi ketika ketidakpastian kasus COVID-19. Sebaliknya, jika bergerak terlalu lambat justru dapat memicu inflasi lebih besar lagi. Skenario yang lebih buruk lagi adalah jika itu dipadukan ketika harga energi mulai naik, karena ancaman kurangnya pasokan bahan bakar pada musim dingin di Eropa dan Asia. [ps]

Terkini

Warta Korporat

Terkait