Layanan Bank Mandiri dan LinkAja Ditarik, Dampak Larangan OJK?

Niatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang melarang bank dan layanan keuangan di Indonesia untuk memfasilitasi kripto, tampaknya jadi kenyataan. Layanan Bank Mandiri dan LinkAja sudah ditarik dari beberapa crypto exchange di Indonesia. Apakah ini karena pihak perbankan saja yang khawatir berlebihan, karena salah tafsir?

Sumber anonim mengatakan kepada Redaksi Blockchainmedia.id, bahwa bank swasta terbesar di Indonesia akhirnya membatalkan uji coba layanan mereka di crypto exchange di Indonesia, gegara larangan OJK itu. Bank lain menyusul?

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melarang bank dan lembaga keuangan lainnya untuk memfasilitasi dan menampung dana terkait kripto. Ini diumumkan pada 13 Februari 2022 lalu. Kendati bukanlah kabar baru, namun sejumlah layanan perbankan sudah ditarik dari beberapa crypto exchange di Indonesia.

“Sektor keuangan tidak boleh memfasilitasi dan melakukan transaksi kripto dan NFT. Itu tidak boleh. Sektor keuangan jangan masuk area itu, tidak boleh melakukan itu. Lembaga keuangan, sektor keuangan tidak boleh,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dikutip dari tayangan Youtube Espos Indonesia, Minggu (13/2/2022).

Selain itu adanya pernyataan OJK di akun Instagram resmi mereka, pada awal Februari 2022, bahwa “OJK tegas melarang lembaga jasa keuangan fasilitasi kripto.”

“OJK tegas larang lembaga jasa keuangan fasilitasi kripto. OJK dengan tegas telah melarang lembaga jasa keuangan untuk menggunakan, memasarkan, dan atau memfasilitasi perdagangan aset kripto,” jelas Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, dalam unggahan Instagram itu.

Layanan Bank Mandiri dan LinkAja Sudah Ditarik

Namun sebelum tanggal itu, sejumlah bursa kripto yang beroperasi di Indonesia, seperti Tokocrypto dan Rekeningku.com telah mengumumkan bahwa penyetoran dan penarikan melalui Bank Mandiri dan LinkAja sudah ditiadakan.

Bahkan sumber anonim mengatakan kepada Redaksi Blockchainmedia.id, bahwa bank swasta terbesar di Indonesia akhirnya membatalkan uji coba layanan mereka di crypto exchange di Indonesia, gegara larangan OJK itu.

Bank Mandiri merupakan bank milik pemerintah terbesar kedua di Indonesia dengan nilai aset sebesar 1,124.7 triliun rupiah dan modal inti sebesar Rp145,6 triliun per Desember 2017.

Sedangkan LinkAja adalah aplikasi layanan keuangan yang menghubungkan antar bank milik pemerintah dan Telkomsel, yakni Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara, BNI 46 dan Bank Rakyat Indonesia.

“Kami informasikan, bahwa pengguna Tokocrypto tidak dapat lagi melakukan penyetoran melalui, LinkAja per 9 Februari 2022 dan Bank Mandiri per 11 Februari 2022,” sebut Tokocrypto.com melalui e-mail kepada para penggunanya pada 9 Februari 2022.

Namun demikian, menurut Tokocrypto ada layanan tersisa yang masih bisa digunakan, yakni oleh Bank Pemata lewat ATM, iBanking dan mBanking. Lalu layanan dompet elektronik DANA, OVO, GoPay dan ShopeePay. Semua layanan itu berada di bawah pengawasan dan otoritas OJK.

Kedua layanan itu disebut dengan istilah channel. Tokocrypto dan Rekeningku.com lewat pengumuman masing-masing, memang tidak menjelaskan penyebab dan alasannya. Apakah ini punya benang merah dengan pernyataan OJK sebelumnya terkait larangan itu.

Layanan bank dan keuangan tersebut pada prinsipnya memudahkan penyetoran dan penarikan rupiah oleh nasabah di crypto exchange.

Ketika seorang nasabah ingin membeli Bitcoin misalnya, maka ia menyetor uang rupiah di rekening bank-nya ke akun mereka di crypto exchange. Setelah itu nasabah melakukan pembelian Bitcoin. Hasil penjualan kripto itu menjadi rupiah, kemudian ditarik dari crypto exchange ke rekening bank

Selain Tokocrypto, Rekeningku.com sendiri sudah mengumumkan pencabutan itu pada 5 Februari 2022 lewat grup Telegram dan situs resminya, jauh sebelum OJK mengumumkannya kepada publik.

Pengelola crypto exchange pun memastikan bahwa para penggunanya tidak bisa lagi menggunakan semua layanan lewat Bank Mandiri dan LinkAja untuk melakukan penyetoran dan penarikan uang rupiah.

Akan Ada Layanan Bank Lagi yang Ditarik?

Terkait larangan OJK itu, sejumlah pengelola bursa kripto di Indonesia juga sudah menyampaikan kepada Redaksi Blockchainmedia.id, bahwa mungkin akan ada layanan perbankan lain yang akan ditarik di bursa kripto tersebut.

“Langkah OJK yang melarang lembaga jasa keuangan untuk menggunakan, memasarkan, dan/atau memfasilitasi perdagangan aset kripto ditanggapi secara keliru oleh banyak pihak termasuk perbankan,” ujar Robby, Pendiri dan Direktur Rekeningku.com.

Menurutnya apa yang disampaikan oleh OJK tidaklah keliru, yaitu yang boleh memasarkan dan/atau mefasilitasi perdagangan asset kripto adalah Pedagang Aset Kripto yang mana saat ini telah mendapatkan persetujuan dari Bappebti dan diperdagangkan sebagai komoditi sesuai dengan ketentuan Surat Keputusan Bappebti Nomor 8 tahun 2021.

Menurut Robby, ada tiga alasan utama mengapa OJK pada akhirnya mengambil langkah yang kurang menyenangkan bagi investor kripto ini.

Pertama, Bank Indonesia (BI) yang menyatakan bahwa kripto bukanlah alat pembayaran karena yang sah di tanah air saat ini hanyalah rupiah saja, selaras dengan undang-undang dan peraturan yang ada.

Kedua, OJK menyebut investasi tanpa underlying memiliki risiko besar dan bahaya bagi investor atau nasabah. Kripto masuk dalam kategori ini.

Ketiga, aset kripto merupakan jenis komoditi yang memiliki fluktuasi nilai yang sewaktu-waktu dapat naik dan turun sehingga berisiko bagi publik.

Terkait status kripto sebagai aset komoditi di bursa berjangka, sudah diatur sebelumnya lewat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99 tahun 2018 Tentang Kebijakan umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto dan Peraturan Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Nomor 8 Tahun 2021, aset kripto sah diperdagangkan sebagai komoditi di Indonesia.

Karena status aset dan juga risiko yang membayanginya, OJK memutuskan untuk melayangkan larangan tersebut yang kini sudah berjalan.

Tentu saja, langkah ini mendapatkan reaksi yang kuat dari para pelaku di industri kripto.

“Jadi bukan menfasilitasi transaksi aset kripto bahasanya, saat ini sudah diralat menjadi tidak boleh memfasilitasi perdagangan aset kripto. Artinya, bisa jadi ada layanan perbankan lainnya yang tidak bisa digunakan lagi di crypto exchange,” kata Robby.

Pernyataan Menimbulkan Multi Tafsir

Sebelumnya pernyataan OJK mengenai kripto yang bukan alat pembayaran dan larangan bank memfasilitasinya lewat crypto exchange, sedikit banyak membuat masyarakat, bahkan bank sendiri kebingungan. Pasalnya, informasi yang disampaikan tidak lengkap dan menimbulkan multi tafsir.

Pernyataan Tongam Lumban Tobing sedikit banyak memberi tali persatuan antar lembaga yang selama ini terlihat putus, di mana pada acara Kompas Bisnis di Kompas TV 10 februari 2022, telah membahas regulasi investasi aset kripto.

Pada acara tersebut dikutip bahwa OJK dengan tegas melarang bank menggunakan atau memfasilitasi perdagangan aset kripto. Larangan ini merupakan amanat undang-undang perbankan.

Dalam pasal 6 dan pasal 7 undang-undang itu diatur jenis usaha bank. Di sana tidak ada diatur kegiatan usaha perdagangan komoditi (di mana artinya bank tidak boleh melakukan jual beli komoditi).

Dalam pasal 10 UU tersebut diatur juga bahwa bank dilarang melakukan kegiatan usaha selain yang diatur dalam pasal 6 dan pasal 7. Bank dilarang misalnya menjadi agen penjualan Bitcoin, atau menempatkan aset dalam bentuk Bitcoin.

Berdasarkan aturan itu, sebenarnya sudah cukup jelas, bahwa bank dan lembaga keuangan lain memang tidak bisa memfasilitasi perdagangan kripto. Itu sebabnya tidak ada satu pun bank di Indonesia yang memungkinkan nasabahnya membeli dan menjual kripto secara langsung di bank.

Bank Harus Tetap Memfasilitasi

Robby berharap, perbankan jangan salah menafsirkan apa yang disampaikan OJK “larangan terhadap bank untuk memfasilitasi perdagangan aset kripto” sebagai “bahwa bank-bank tidak melayani transaksi keuangan rupiah hasil perdagangan aset kripto di crypto exchange.

“Pedagang aset kripto (crypto exchange/crypto marketplace) atau nasabah di dalamnya harus tetap difasilitasi oleh bank demi kelancaran transaksi keuangannya maupun untuk kebutuhan pendanaan. Nah, memfasilitasi perdagangan aset kripto ini hanya dapat dilakukan oleh pedagang aset kripto yang memang mendapatkan ijin dari Bappebti,” jelas Robby.

Robby mengharapkan, pihaknya sebagai pedagang aset kripto yang telah mendapatkan tanda daftar dari Bappebti agar koordinasi antar lembaga dapat terus ditingkatkan agar iklim perdagangan di Indonesia bisa semakin maju.

Bank dan Pelacakan Transaksi Keuangan

Melekatnya layanan perbankan di crypto exchange juga sangat penting untuk mempermudah pelacakan transaksi kripto yang terkait pencucian uang dan pendanaan organisasi terorisme. Hal ini sudah ditegaskan oleh Financial Action Task Force (FATF) sejak beberapa tahun lalu.

G20: Mata Uang Kripto Bukanlah Ancaman

Bahkan G20 menegaskan pada tahun 2019 silam, bahwa aset kripto juga bukanlah ancaman terhadap stabilitas keuangan global. G20 menyarankan adanya peraturan yang lebih jelas untuk mengawasinya, selaras dengan aturan FATF. [st]

Terkini

Warta Korporat

Terkait