Otoritas Norwegia Bongkar Pencucian Uang Rp1 Triliun Menggunakan Kripto

Otoritas Norwegia melalui badan investigasi kejahatan ekonomi, Økokrim, telah menetapkan dakwaan pada 16 Februari 2025 terhadap empat warga Norwegia atas dugaan penipuan dan pencucian uang berskala besar. 

Ribuan orang dari berbagai negara menjadi korban dalam skema ini, dengan total dana yang disetorkan mencapai lebih dari Rp1 triliun atau sekitar US$80 juta. 

“Beberapa ribu orang di luar negeri telah membayar lebih dari 900 juta kroner ke dalam penipuan ini,” jelas dakwaan tersebut

Dari jumlah tersebut, 700 juta kroner dilaporkan melewati proses pencucian uang melalui rekening firma hukum di Norwegia sebelum akhirnya dialihkan ke berbagai perusahaan di Asia.

Para korban dari skema investasi bodong ini merupakan anggota dari sebuah jaringan pemasaran yang menggunakan sistem multi-level marketing (MLM). Rekrutmen anggota dilakukan melalui presentasi di berbagai acara besar di sejumlah negara. 

Bos Investasi Kripto Bodong Terancam 330 Tahun Penjara

Para anggota yang sudah bergabung kemudian merekrut anggota baru dari lingkungan mereka sendiri, termasuk teman dan keluarga. Jaksa Negara di Økokrim, Joakim Ziesler Berge, menyatakan bahwa kasus ini melibatkan jumlah korban yang besar dari berbagai negara.

“Kami percaya ini adalah penipuan yang besar dan luas. Kami berbicara tentang banyak korban di berbagai negara yang telah kehilangan uang mereka, serta sejumlah besar dana yang berakhir pada para terdakwa,” kata Berge.

Berdasarkan dakwaan yang diajukan, para korban ditipu untuk membeli “paket produk” yang terdiri dari cryptocurrency milik perusahaan serta saham yang dijanjikan akan memberikan bagian dari keuntungan investasi bisnis besar. Setelah itu, dana korban melewati proses money laundering untuk menghilangkan jejak.

Perusahaan yang mengelola skema ini mengklaim telah melakukan investasi besar di berbagai sektor, termasuk ladang gas, pertambangan, dan real estate. Namun, menurut penyelidikan Økokrim, tidak ada investasi signifikan yang benar-benar dilakukan, dan satu-satunya sumber pemasukan perusahaan berasal dari setoran anggota baru. 

Skema money laundering tersebut melewati berbagai struktur keuangan yang kompleks sebelum akhirnya dana tersebut dikembalikan kepada anggota jaringan lama sebagai “keuntungan.”

Pencucian uang dilakukan melalui rekening klien di sebuah firma hukum di Norwegia, kemudian dialihkan ke rekening perusahaan-perusahaan di Asia. Penggunaan rekening klien dan struktur perusahaan yang tersebar di berbagai negara telah mempersulit upaya investigasi untuk melacak aliran dana tersebut. 

Berge menegaskan bahwa kasus money laundering tersebut menunjukkan bagaimana tindak kejahatan tetap akan diusut dan dituntut meskipun para korban berada di luar Norwegia.

“Kasus ini menunjukkan bahwa kejahatan terorganisir dalam bentuk penipuan dan pencucian uang lintas batas akan diselidiki dan dituntut, meskipun korban kejahatan berada di negara selain Norwegia,” kata Berge.

Menurut laporan yang dirilis oleh Norwegian Broadcasting Corporation (NRK) pada 17 Februari, keempat tersangka adalah pria asal Norwegia yang berusia antara 50 hingga 70 tahun. Mereka diduga menjalankan skema ini sejak Maret 2015 hingga November 2018. 

Tiga dari tersangka dituduh terlibat dalam pengumpulan dana dari para korban, sementara satu orang lainnya didakwa membantu dalam pencucian uang.

Christian Flemmen Johansen dari firma hukum Flemmen & Co, yang mewakili salah satu terdakwa, menyatakan bahwa kliennya membantah semua tuduhan dan keterlibatannya dalam skema kejahatan tersebut. 

Waspada! Kejahatan di Industri Kripto Masuki Era yang Lebih Berbahaya

Sementara itu, Ole Petter Drevland, pengacara dari salah satu terdakwa lainnya, menyebut bahwa kliennya tidak memiliki tanggung jawab pidana dalam kasus ini. Informasi mengenai pengacara yang mewakili dua tersangka lainnya belum tersedia.

Kasus terkait money laundering ini akan segera dijadwalkan dan disidangkan di Pengadilan Distrik Oslo pada bulan September mendatang dan diperkirakan akan berlangsung lebih dari 60 hari. [dp]

Terkini

Warta Korporat

Terkait