Pasar Aset Kripto dan Saham Ambruk Bersamaan, Sebabnya Tak Pasti

Seakan tak diduga sebelumnya, pasar aset kripto dan saham ambruk bersamaan. Situasi ini mematahkan asumsi, bahwa ketika pasar saham ambruk, pasar aset kripto menguat. Faktor wabah virus Corona pun dijadikan faktor tambahan.

Per 27 Februari 2020, pukul 12.53 WIB, kapitalisasi pasar aset kripto ambruk dari US$261,8 miliar menjadi US$241,8 miliar di titik terendah.

Pasar kripto kehilangan nilai hingga 7,6 persen (setara Rp282 triliun), kurang dari 24 jam. Penurunan itu mengakumulasi penurunan sejak 24 Februari 2020 (US$289,2 miliar) lalu dalam rentang sepekan terakhir.

Penurunan kapitalisasi pasar aset kripto dalam 24 jam terakhir. Sumber: Coinmarketcap.
Penurunan kapitalisasi pasar aset kripto dalam 7 hari terakhir. Sumber: Coinmarketcap.

BTC dan ETH Senasib
Bitcoin (BTC) sebagai aset kripto berkapitalisasi terbesar, merana hingga lebih dari 5 persen dalam 24 jam terakhir. Sempat menclok di US$9.276 pada malam hari, Raja Aset Kripto itu mendarat keras di US$8.560 pada pagi hari ini.

Bitcoin (BTC) jatuh keras. Sumber: CryptoCompare.

Ether (ETH) tak kalah merana, karena anjlok hingga 10 persen dalam 24 jam. Tercatat nilai penjualan terbesar terjadi pada pagi hari ini di besaran 3, 15 persen di rentang harga US$215.38.

Ether (ETH) jatuh keras. Sumber: CryptoCompare.

Sulit untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, kata Tamlyn Rudolph, Pendiri Vega Protocol, kepada Decrypt hari ini.

“Jika ada pasar yang lebih matang dan luas di sekitar Bitcoin, termasuk pasar yang menyediakan indikator berwawasan ke depan, seperti variance swap, hash-rate futures, opsi likuid, distribusi produk pertambangan (geografis), maka harga bergerak di pasar-pasar ini akan memungkinkan pedagang untuk menganalisis dan lebih memahami mengapa yang mendasarinya (Bitcoin) bergerak selama peristiwa pasar seperti ini,” katanya.

Masalahnya, saat itu terjadi, pasar aset kripto sedang dalam masa pertumbuhan. CEO Celsius Network Alex Mashinsky, berujar, bahwa penurunan ini hanyalah jangka pendek.

“Peningkatan volatilitas dalam saham dan komoditas berarti orang beralih ke emas dan uang tunai, tak terkecuali Bitcoin,” katanya.

Mashinsky berpendapat, Bitcoin dan aset kripto secara umum seharusnya berperan dan berfungsi sebagai safe haven. Namun, dalam situasi itu, para trader (utamanya yang menggunakan leverage di pasar derivatif), harus melakukan penjualan terlebih dahulu.

“Itulah yang selanjutnya memicu penjualan massal, di mana trading bot secara otamatis mengeksekusi keputusan jual secara cepat. Namun, ‘pasar berombak’ seperti ini akan normal dan aksi beli baru akan datang, khususnya dari hodler. Mereka bisa jadi mengacu, bahwa wabah virus Corona ini berlaku dalam jangka panjang. Mereka siap membeli, alih-alih menjualnya,” pungkasnya. [red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait