Virus Corona, Pemangkasan Suku Bunga dan Jalan Bitcoin

Ganasnya wabah virus Corona (COVID-19) di Amerika Serikat, memaksa Bank Sentral AS (The Fed) memangkas suku bunga. Akibatnya pasar saham pun berdarah-darah. Emas dan Bitcoin pun sempat bolak-balik melemah-menguat. Bagaimana selanjutnya dampak pemangkasan itu terhadap ekonomi dunia, hingga asumsi soal Bitcoin punya jalannya sendiri? Berikut wawancara kami dengan Douglas Tan, pelaku pasar modal, sekaligus Pendiri BullWhales.

The Fed memangkas suku bunga dan dianggap keputusan terburuk selama 10 tahun terakhir. Bagaimana dampaknya terhadap perekonomian dunia saat ini?
Pelemahan pertama yang disebabkan wabah itu adalah pemangkasan ekspektasi pertumbuhan pendapatan dari Apple, dikarenakan supply chain terganggu yang hampir seluruh operasinya berada di Foxconn di Tiongkok.

Pasar meresponnya dengan melakukan aksi jual aset spekulatif seperti hampir saham teknologi, terlebih MAGA (Microsoft, Apple, Google dan Amazon).

Mata pemain pasar sekarang tertuju kepada hard safe haven, yakni US Treasury Notes 10 Years (T-Notes), yang ditunjukkan dari nilai yield yang membukukan nilai terendah sepanjang masa, yakni 0,74 persen.

Hal yang perlu diperhatikan adalah hubungan yield dengan harga aset T-Notes adalah berkebalikan. Artinya ketika yield turun, dikarenakan harga aset tersebut mengenai kenaikan, karena diburu investor.

T-Notes diburu, karena digunakan sebagai acuan bank untuk memberikan mortgage credit (cicilan rumah) kepada warga AS, dengan tenor mulai dari 10 hingga 15 tahun.

Di titik itu home spending merupakan salah satu komponen spending terbesar untuk masyarakat AS. Sebagai perbandingan, yield pada saat resesi di tahun 2008 berada pada angka 2,040 persen, Desember 2008.

Terpantau sejak pemangkasan itu, pasar saham di AS, Asia dan lain-lain langsung ambruk. Mengapa?
Saham atau pasar modal dianggap sebagai aset risk-on, di mana tidak mempunyai kinerja bagus ketika volatilitas dan ketidakpastian yang tinggi. Oleh karena itu, perhatian investor tertuju pada aset risk-off seperti emas dan T-Notes.

Pasar modal di Asia secara garis besar ditopang oleh investor besar dari negara maju, seperti AS. Alasan mereka melakukan diversifikasi pada portofolio pasar modal di negara-negara berkembang, yakni ingin mengejar pertumbuhan fantastis di negara-negara seperti Indonesia yang sudah stagnan dengan ekonominya.

Efek domino pun terjadi, ketika pemilik modal yang sama melihat aset risk-on di negara berkembang sudah cukup berisiko dibandingkan di negara maju, maka aset risk-on di negara berkembang otomatis juga akan dilepas.

Ini yang selanjutnya akan mengalir ke surat utang negara, masing-masing negara tempat mereka melakukan investasi.

Tercatat dalam beberapa minggu terakhir, Surat Utang Negara (SUN) Indonesia seri FR0082, 10 tahun memiliki yield 6,110 persen pada 2 Maret 2020, terendah, sama seperti di AS.

Pada saat yang bersamaan, pasat kripto juga ambrol. Khusus ini, apakah ada penjelasan khusus? Wait and see mungkin?
Ada kalanya terdapat narasi bahwa Bitcoin merupakan safe haven, di mana menjadi tujuan aman buat investor ketika ketidakpastian tinggi.

Namun hal ini belum bisa dipastikan secara statistik, dikarenakan Bitcoin baru seumur jagung, dan belum pernah melihat krisis sepanjang umurnya.

Juga pada beberapa minggu terakhir, pergerakan Bitcoin mempunyai korelasi positif dengan indeks pasar modal AS, turun secara bersamaan, juga berlaku sebaliknya.

Namun yang perlu lebih ditekankan adalah wacana Bitcoin sebagai non-correlative asset, di mana bergerak dengan lajurnya sendiri, terlepas dari established asset lain, seperti emas dan saham.

Dua skenario sebagai safe haven ataupun non-correlative untuk Bitcoin sendiri merupakan berita baik, namun perlu beberapa waktu untuk membuktikannya.

Namun, selang beberapa hari Bitcoin dan sejumlah kripto justru menguat, termasuk emas. 
Emas melemah sesaat ketika indeks pasar modal meluncur bebas dari all time high, tergerus hampir 10 persen hanya dalam beberapa hari.

Beberapa pihak sempat meragukan emas sebagai risk-off asset atau safe haven alternatif dari T-Notes. Namun pada kenyataannya, emas turun pada waktu itu bersamaan dengan pasar saham, dikarenakan margin call yang dialami oleh para pemain besar di pasar saham, mengharuskan mereka memasukkan modal kembali untuk bisa memperbaiki portofolio yang mereka miliki di pasar saham.

Hal ini mengakibatkan beberapa apresiasi point yang mereka dapatkan pada aset emas, segera dijual, yang pada waktu itu juga momen kritikal pada beberapa titik Fibonacci.

Di situlah para trader “mempunyai konsensus” ketika level Fibonacci tidak bisa dipertahankan, maka aksi jual lanjutan akan terus terjadi.

Namun terlepas dari periode tersebut, sekarang emas mulai bergerak kembali, berkorelasi negatif dengan risk-on asset. Ini pertanda selera investor kembali untuk kelas aset ini sebagai safe haven, mengejar level US$1700 per troy ounce. [red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait