3 Alasan Negara Pakai Bitcoin daripada Membuat Mata Uang Digital Sendiri

Transformasi digital mengubah ekonomi global, terutama sistem pembayaran. Beragam negara membangun pembayaran elektronik, yakni melalui mata uang digital bank sentral (CBDC). Kontributor Roger Huang dari Forbes berkata ada tiga alasan negara pakai Bitcoin (BTC) lebih bermanfaat dibanding CBDC.

Kendati mayoritas pembayaran di sistem finansial modern bersifat digital, uang tunai masih dipakai oleh banyak warga. Persentase tersebut mencapai 18 persen dari transaksi global dan kian menurun.

Alasan Negara Lebih Pilih Pakai Bitcoin (BTC) 

Transaksi tunai sulit dilacak oleh pemerintah dan memungkinkan desentralisasi akibat hambatan teknologi. Pemerintah tidak dapat melacak setiap helai kertas uang tunai yang dimiliki oleh warga.

Melalui uang tunai, warga dapat melakukan transaksi anonim yang melindungi privasi tetapi di sisi lain memindahkan uang tunai dalam jumlah besar tetap sulit. Banyak negara berusaha beranjak meninggalkan standar uang tunai menuju pembayaran elektronik dan ekonomi digital.

Central bank digital currency atau CBDC adalah tren terbaru yang sedang dikaji oleh sejumlah negara. Kendati telah diteliti, sebagian besar inisiatif CBDC per tahun 2022 masih berada dalam tahap rintisan atau pilot stage.

Belum ada CBDC yang berhasil diterapkan pada skala besar dan menjadi mata uang resmi negara. Bahkan yuan digital atau e-CNY besutan pemerintah Tiongkok yang telah meluncur masih dalam tahap uji coba di beberapa kota.

Huang menegaskan, ada beberapa alasan agar pemerintah tidak mengikuti jejak Tiongkok. Ia berkata BTC sebagai standar pembayaran open source yang memakai teknologi peer-to-peer merupakan opsi yang bermanfaat.

Pertama, Bitcoin menarik talenta dari seluruh dunia. Negara yang mengadopsi BTC sebagai standar mata uang mampu menarik orang pintar dengan pikiran kritis dari berbagai disiplin, termasuk ekonomi dan teknologi.

Hal tersebut terjadi di El Salvador, dimana beragam orang dengan latar belakang entrepreneur dan teknologi membantu negara itu mendorong adopsi Bitcoin melalui penerbitan obligasi serta infrastruktur digital yang dibutuhkan untuk menjalani ekonomi berbasis BTC.

Berkat strategi itu, El Salvador menjadi destinasi wisata favorit, terutama bagi digital nomad atau pekerja digital. Bitcoin membantu negara menuai manfaat dari usaha open-source ribuan individu yang berada di negara lain yang telah memajukan problema pembayaran digital.

Kedua, keamanan dan konsistensi yang terbukti. Bitcoin diamankan oleh daya komputasi global dan telah konsisten menciptakan blok baru sejak diciptakan pada tahun 2009.

Sistem Bitcoin berjalan tanpa gagal dan menangani transaksi secara global dengan performa yang dapat diandalkan. Bitcoin terus melaju kendati beragam individu dan bursa mengalami masalah, seperti kebangkrutan Mt Gox pada tahun 2014 dan FTX baru-baru ini.

Infrastruktur Bitcoin yang bertujuan mengamankan transaksi digital memakai hardware key fisik, kata sandi aman serta seed phrase merupakan keunggulan yang sulit disaingi sistem keuangan konvensional.

Selain itu, keamanan Bitcoin memakai game theory yang belum pernah dipakai uang elektronik lain. Game theory tersebut mampu mengamankan transaksi senilai milyaran dolar AS setiap hari yang telah terbukti secara global selama lebih dari satu dekade.

Ketiga, modernisasi. Bitcoin menghadirkan teknologi pembayaran secara penuh tanpa bantuan dari organisasi global seperti Dana Moneter Internasional (IMF) atau Bank Dunia untuk diterapkan.

Sebab itu, negara yang mengadopsi Bitcoin menjadi independen dari agenda politik negara lain atau organisasi global.

Jaringan Lightning Network (LN) memungkinkan transaksi privat dan instan antara individu atau toko dan merupakan sistem pembayaran digital yang diterima di berbagai negara. LN turut menjadi perangkat bagi bisnis yang ingin menerima pembayaran digital.

Melalui adopsi Bitcoin, negara dapat memilih kebijakan asing yang lebih independen.

Sebagai contoh, negara yang mengirim bantuan militer kepada negara lain seringkali memiliki niat terselubung. Negara pengirim bantuan tersebut memiliki kekuatan adidaya dan dapat menyalahgunakan kekuatan untuk berlaku sewenang-wenang terhadap negara lebih lemah.

Hal tersebut bukan berarti negara yang memilih Bitcoin sepenuhnya bebas dari konflik polar. El Salvador, negara dengan ekonomi berbasis dolar, mendapat sikap keras dari kekuatan global yang dipimpin Amerika Serikat tetapi sekaligus menerima bantuan infrastruktur dari Tiongkok.

El Salvador terpaksa mengadopsi USD sebagai alat bayar agar lebih terintegrasi dengan perdagangan dunia dan meraih manfaat ekonomi. Huang menegaskan, negara lain yang menghadapi tantangan ekonomi digital sebaiknya berhati-hati terhadap negara adidaya yang menawarkan bantuan tetapi memiliki motif tersembunyi.

Seiring banyak negara mencari cara untuk bertransisi dari ekonomi berbasis uang tunai menjadi ekonomi hybrid dengan pembayaran digital, Bitcoin menawarkan opsi yang tidak memihak kepada poros Amerika Serikat ataupun poros Tiongkok. [ed]

Terkini

Warta Korporat

Terkait