Coinbase dan Tokocrypto Wajibkan Pengguna Ungkap Informasi Penyetor Crypto

Dua platform perdagangan kripto, Coinbase dan Tokocrypto kini wajibkan pengguna untuk mengungkap informasi penyetor crypto, atau disebut Travel Rule.

Cryptoslate melaporkan, Coinbase Singapura baru-baru ini baru ini mengumumkan persyaratan baru yang mengharuskan pengguna mereka untuk menyediakan informasi tambahan tentang pihak lawan saat melakukan transaksi cryptocurrency.

Media crypto mengutip keterangan, kebijakan Travel Rule tersebut mematuhi mematuhi regulasi anti pencucian uang dan pemberantasan pendanaan terorisme yang dikeluarkan oleh Otoritas Moneter Singapura (MAS).

Coinbase telah menjelaskan bahwa ketidakpatuhan terhadap persyaratan ini dapat menyebabkan kegagalan dalam pemrosesan transaksi.

Perlu dicatat bahwa peraturan baru ini hanya berlaku bagi pengguna di Singapura yang melakukan transaksi antara akun bursa Coinbase dan dompet eksternal.

Senada, pihak Tokocrypto menyampaikan di laman resminya bahwa platform tersebut menerapkan aturan Travel Rule, sebagai tanggapan terhadap tantangan pencucian uang dan pendanaan terorisme.

“Aturan ini pertama kali diusung oleh Financial Action Task Force (FATF) pada tahun 2019. FATF adalah sebuah lembaga global yang bertugas mengawasi masalah pencucian uang dan pendanaan terorisme di seluruh dunia,” terang Tokocrypto.

Apa itu Travel Rule?

Melansir dari laman Tokocrypto, Travel Rule adalah aturan yang mewajibkan pelaku industri aset kripto untuk berbagi informasi lebih detail tentang individu yang melakukan transaksi.

Aturan seperti diberlakukan platform Coinbase dan Tokocrypto sudah diterapkan sebelumnya untuk lembaga keuangan tradisional, seperti bank.

“Di Indonesia, aturan ini dicantumkan dalam Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka, terutama dalam pasal 38.”

Travel Rule mewajibkan para Calon Pedagang Aset Kripto (CPFAK) di Indonesia untuk mengumpulkan, mengirim, dan memeriksa informasi pribadi pelanggan yang melakukan transaksi aset kripto di atas batas ambang US$1.000 atau setara dengan Rp15 juta (kurs US$1 = Rp15.000).

Hal ini dilakukan untuk memperkuat kontrol terhadap transaksi yang memiliki potensi tinggi terlibat dalam pencucian uang atau pendanaan terorisme.

Beberapa negara lain, termasuk Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Singapura, Swiss, Kanada, Afrika Selatan, Belanda, dan Estonia, telah mengadopsi ketentuan Travel Rule serupa.

Melansir dari Cointelegraph, pada 23 Juni, FATF menegur negara-negara anggota karena gagal mengimplementasikan aturan tersebut secara memadai setelah survei mengungkapkan bahwa lebih dari separuh dari mereka tidak mengambil tindakan apa pun untuk melaksanakan aturan tersebut.

Survei FATF pada Maret 2022 menemukan bahwa hanya 29 dari 98 yurisdiksi pada saat itu yang memenuhi persyaratan yang diperlukan sebagai bagian dari aturan perjalanan, dan hanya sebagian kecil dari yurisdiksi ini telah memulai penegakan.

Chief Marketing Officer platform forensik blockchain Chanalysis, Ian Andrews menjelaskan pada April 2022 bahwa mengkoordinasikan pertukaran informasi antara VASP lintas batas akan menjadi masalah yang sangat sulit untuk diselesaikan, setidaknya pada awalnya. [ab]

Terkini

Warta Korporat

Terkait