Heboh Pembuktian Double Spending Bitcoin Gara-Gara Fitur RBF

Jagat kripto cukup dihebohkan setelah adanya pembuktian “double spending” Bitcoin gara-gara fitur RBF (Replace-by-Fee). Dengan RBF, transaksi bisa dilakukan berulang kali dengan Bitcoin yang sama.

Dua hari yang lalu, pembuktian double spending itu diperagakan oleh Hayden Otto Pendiri Bitcoinbch.com, melalui videonya di Youtube. Otto juga dikenal sebagai pendukung Bitcoin Cash (BCH).

Otto mengklaim “sukses” membeli beberapa botol bir secara gratis di sebuah kafe di Australia, karena Bitcoin yang telah dipakai sebelumnya bisa dikembalikan lagi ke wallet Bitcoin Otto. Menurut Otto, Bitcoin yang telah kembali itu bisa digunakan kembali untuk transaksi yang berbeda.

Otto malah memperagakan langkah serupa untuk membeli produk di TravelbyBit milik Binance. Otto menunjukkan, bahwa Bitcoin yang seharusnya diterima oleh TravelbyBit, tidak terlihat di riwayat transaksi.

Istilah double spending adalah masalah utama di ranah uang digital, karena dengan cara tertentu, satu unit transaksi bisa dilakukan berulang kali. Pasalnya, uang digital sejatinya masih menyimpan “file digital” yang dapat mudah disalin, selayak Anda menyalin file biasa.

Hasil gambar untuk double spending

Proyek uang elektronik ECash yang dibuat oleh David Chaum yang sukses di era tahun 80-90-an pun bangkrut gara-gara praktik double spending itu.

Guna menghindari itu, si pencipta Bitcoin, Satoshi Nakamoto mendistribusikan file digital uang elektronik ke jaringan peer-to-peer. Satoshi menegaskan itu di bagian abstrak makalahnya.

Namun, di peranti lunak utama Bitcoin, yakni Bitcoin Core terdapat fitur RBF (Replace-by-Fee) yang diklaim oleh Otto memungkinkan pengguna melakukan double spending terhadap Bitcoin.

Dengan fitur RBF memungkinkan transaksi yang belum terkonfirmasi (unconfirmed transaction) pada mempool digantikan dengan transaksi yang berbeda, sehingga transaksi setidaknya masih berada di sejumlah input yang sama dan dengan biaya transaksi yang lebih tinggi.

Nah, kode sumber Bitcoin Core digunakan pula oleh beberapa wallet Bitcoin terkenal, seperti Electrum yang digunakan oleh Otto dalam aksi double spending-nya itu.

“RBF ini fitur yang sudah lama sekali (sejak 4 Desember 2015 berdasarkan BIP 125-Red). Tipe ‘serangannya’ juga sudah kuno,” jawab Dimaz Ankaa Wijaya, Peneliti Teknologi Blockchain di Universitas Monash, menanggapi pertanyaan redaksi.

Kata Dimaz, beberapa tahun lalu “the great Bitcoin scaling debate” tak kunjung usai, padahal popularitas Bitcoin menanjak amat tajam. Satoshi Nakamoto yang merupakan programmer pertama Bitcoin, menentukan batas 1 MB setiap blok secara “hardcoded“. Akibatnya, banyak transaksi yang mengantre cukup lama, hingga berjam-jam bahkan lebih dari sehari.

“Saat itu ongkos transaksi melonjak tajam, masalahnya pengirim Bitcoin tidak tahu kapan transaksinya akan dikonfirmasi. Lagipula terkadang prakiraan ongkos transaksi juga meleset. Itu sebabnya RBF sangat berguna. Ketika seorang pengguna tahu bahwa transaksinya membayar ongkos jauh lebih kecil, dia bisa mengganti transaksi yang masih tertunda tadi dengan transaksi lain dengan ongkos kirim yang lebih besar,” kata Dimaz.

Dimaz memang tak menampik fitur RBF terlihat seperti usaha double spending, tetapi faktanya tidak.

“RBF hanya memudahkan penggantian transaksi. Sesuai dengan namanya, maka ia disebut adalah ‘penggantian ongkos transaksi’. Faktanya, RBF itu opt-in, bukan opt-out. Artinya RBF harus diatur pada transaksi awal sebelum dapat diganti. RBF itu fitur yang disematkan dalam Bitcoin setelah melalui mekanisme BIP, dikomentari, dikaji dan diujicoba, Barulah RBF diterapkan dan dapat digunakan. Menurut saya klaim double spending attack terhadap Bitcoin oleh Otto adalah menyesatkan,” jelasnya. [vins]

Terkini

Warta Korporat

Terkait