Kalau Memang Asli, Sertifikat Versi Blockchain-nya Mana?

Judul di atas adalah komentar singkat Ali Akbar, Pendiri Quantum Teknologi Persada menanggapi sertifikat digital berbasis blockchain melalui Trusti besutan Damos Hanggara.

Di sejumlah kelemahan blockchain, sejatinya Ali sedang berargumen bahwa keunggulan blockchain mampu mengatasi keterbatasan soal keaslian dokumen digital.

“Keunggulan utama blockchain terletak dari sifat kekal dokumen digital yang tersimpan ke dalamnya. Ketika sebuah file disematkan ke blockchain, maka ia tak dapat dihapus alias permanent. Sifat ini tidak kita temukan pada sistem penyimpanan file yang ada sebelumnya,” kata Ali kepada blockchainmedia.id, Rabu (20 Mei 2020) lalu melalui Linkedin.

Kata Ali, karena sifat itulah lebih menjamin tingkat keabsahan file digital atau dalam hal ini adalah sertifikat seminar. Karena lebih absah, maka tingkat kepercayaannya juga lebih tinggi.

Sertifikat yang dicontohkan Ali adalah sertifikat acara “Ilmu Digital Ekosistem (DEKO)” yang digelar beberapa hari lalu.

Tidak ada deskripsi teks alternatif untuk gambar ini
Sertifikat acara “Ilmu Digital Ekosistem (DEKO)”. Sumber: Linkedin
Tidak ada deskripsi teks alternatif untuk gambar ini
Sertifikat acara “Ilmu Digital Ekosistem (DEKO)” yang sudah disimpan di blockchain melalui Trustu. Sumber: Linkedin

Penerapan serupa juga dilakukan oleh Blockchainmedia.id untuk webinar pada 10 dan 11 Mei 2020 lalu. Lebih dari 200 peserta mendapatkan sertifikat versi blockchain menggunakan layanan Trusti.

Platform Trusti untuk merekam data digital sertifikat ke dalam blockchain .

 

Sertifikat itu bentuk aslinya adalah file PDF, disimpan terlebih dahulu di IPFS (Interplanetary File System). IPFS adalah sistem penyimpanan file yang terkoneksi di jaringan peer-to-peer sama seperti jaringan blockchain.

Hasil simpanan itu, diwakili oleh nilai “hash“, selayaknya kode khusus berupa kombinasi huruf dan angka, lalu disimpan ke dalam blockchain.

Dalam hal itu, Trusti menggunakan blockchain Vexanium besutan Danny Baskara dan kawan-kawan asal Indonesia. Hash menyerupai sidik jari yang satu-sama lain berbeda.

“Jadi, ketika ada pihak-pihak yang mengklaim, bahwa sertifikatnya adalah asli, tetapi ketika diverifikasi di Trusti nilai hash-nya tidak valid, maka itu dapat dianggap palsu, sebab berbeda dengan file yang sudah tersimpan sebelumnya,” kata Damos Hanggara, Pendiri dan CEO Trusti.

Bagi Ali lagi, blockchain adalah solusi digital sesungguhnya dan mampu memujudkan beragam terapan nyata dan berguna untuk masyarakat.

“Sistem penyimpanan digital saat ini tidak menjawab masalah keaslian data. Blockchain adalah jawaban terbaik. Lihat saja kasus surat bebas COVID-19 palsu yang marak kemarin. Itu bisa diatasi dengan blockchain. Bayangkan itu pula diterapkan di sistem izajah perguruan tinggi, data kependudukan dan banyak lagi. Lagipula blockchain itu lebih transparan dan terbuka,” tegasnya. [red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait