Libra Klaim Sistem Pembayaran 7 Kali Lebih Cepat daripada Visa

Novi (sebelumnya Calibra), anak perusahaan Facebook yang merupakan anggota pendiri Libra Association mengklaim bahwa FastPay, sistem pembayaran yang dirancangnya 7 kali lebih cepat daripada Visa. Besar kemungkinan akan diterapkan di blockchain Libra.

Hal itu terungkap dalam penelitian terbaru yang ditulis oleh peneliti Novi, yakni Mathieu Baudet, George dan Alberto Sonnino. Penelitian itu diterbitkan pada 4 November 2020 lalu di Arxiv.org.

“FastPay memungkinkan untuk menyelesaikan pembayaran (settlement) dalam mata uang kripto (cryptocurrency) atau sebagai infrastruktur keuangan untuk mendukung pembayaran ritel dalam mata uang fiat. Berdasarkan percobaan, dalam satu detik, 80 ribu transaksi bisa dilakukan, dengan 20 node,” sebut peneliti.

Dahlia Malkhi, Sosok di Balik Blockchain Libra-Facebook

Di bagian lain penelitian itu, Novi mengklaim, bahwa FastPay bahkan bisa mendukung hingga 160.000 transaksi per detik.

“Transaksi sebesar itu, sekitar 7 kali lipat dari tingkat transaksi puncak pembayaran di jaringan Visa,” sebut peneliti.

Libra Masih Terhadang
Kendati blockchain Libra sangat menjanjikan, terlebih-lebih ingin diterapkan di semua lini produk Facebook, termasuk WhatsApp, proyek ambisisus yang dikomandoi oleh Facebook bersama perusahaan-perusahaan ternama lainnya itu, masih terkendali regulasi di Amerika Serikat. Kongres, Senat dan The Fed masih menahan laju itu.

Sejak “dihadang sejenak”, proyek itu tidak berhenti begitu saja. Bahkan Libra berbenah, mulai dari merevisi whitepaper, hingga kedatangan anggota baru seperti Temasek asal Singapura dan merekrut sejumlah tokoh terkenal, mantan pejabat pemerintah AS, di jajaran eksekutifnya.

Kendati Libra Association, organisasi yang menaungi proyek itu didirikan di Swiss, Facebook sebagai inisiator yang didirikan di Negeri Paman Sam, tetap tidak bisa melenggang begitu saja.

Bos Facebook: Libra Berlanjut Jika AS Berikan Lampu Hijau

Pada Tahun 2019 misalnya, setelah “disidang” di Gedung Senat, AS. Libra Association langsung merevisi whitepaper-nya.

Inti perubahannya adalah nilai Libra kelak tak lagi berdasarkan “nilai sekeranjang mata uang fiat“, tetapi berpatok langsung pada nilai masing-masing mata uang fiat itu.

“Kami membuat Libra untuk melengkapi mata uang fiat, bukan bersaing dengan mereka. Perhatian utama kami adalah potensi untuk ‘Libra Coin’ bernilai uang fiat (≋LBR). Maka, ke dalam Libra, kami memasukkan stablecoin mata uang tunggal, misalnya LibraUSD (≋USD), LibraEUR atau UREUR, LibraGBP (≋GBP), LibraSGD (≋SGD). Ini akan memudahkan setiap orang dan entitas bisnis mengakses nilai uang fiat-nya masing-masing melalui Libra,” sebut Libra Association dalam whitepaper terbarunya.

Ini berarti Libra (LBR) pada prinsipnya serupa dengan stablecoin USDT yang bernilai dolar AS, yang sejak tahun 2014 digunakan secara masif secara global, khususnya di komunitas aset kripto.

Namun, layak Anda bayangkan sendiri, jika ada “lampu hijau” lagi, maka LibraUSD (≋USD) akan Anda lihat di sejumlah platform milik Facebook. Atau bahkan mungkin saja ada LibraIDR (≋IDR) yang bernilai rupiah.

Masih di whitepaper itu, Libra Association berharap, ketika bank sentral mengembangkan mata uang digital bank sentral (CBDC), CBDC ini dapat langsung dipadukan dengan jaringan blockchain Libra.

“Sebagai contoh, jika bank sentral mengembangkan representasi digital dari dolar AS, euro atau poundsterling Inggris, kami dapat mengganti stablecoin mata uang tunggal yang berlaku dengan CBDC itu,” sebutnya.

Mantan Pejabat AS
Sebelumnya dilansir dari Bloomberg pada Agustus 2020, Steve Bunnell, mantan pejabat di Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, berlabuh di asosiasi itu.

Terpampang di akun Linkedin-nya, Bunnel didapuk sebagai Chief Legal Officer di Libra Association, terhitung sejak Agustus 2020. Jabatan itu pada umumnya menangani masalah hukum agar satu produk tertentu tidak mendapatkan tantangan publik, khususnya pemerintah. Namun Bunnel masih enggan berkomentar kepada Bloomberg soal jabatan baru itu.

Bunnell sebelumnya juga pernah bekerja di Departemen Kehakiman AS dan Kantor Kejaksaan AS. Sebelum bergabung dengan Libra Association, Bunnell adalah Kepala Privasi dan Keamanan Data di firma hukum O’Melveny & Myers.

Firma hukum itu pernah menyarankan Coinbase, Kraken dan enam perusahaan aset kripto lainnya untuk membuat Crypto Rating Council, pada tahun lalu.

Mantan Pejabat AS Ini Berlabuh di Proyek Aset Kripto Libra-Facebook

Bunnell menggantikan Robert Werner, mantan Direktur Jaringan Penegakan Kejahatan Keuangan (FinCEN), yang bergabung dengan Libra Association sebagai penasihat umum pertamanya pada Mei 2020.

“Steve adalah pengacara yang luar biasa dan orang yang hebat. Saya memutuskan bahwa peran itu tidak cocok untuk saya,” kata Werner, dilansir dari Bloomberg, 27 Agustus 2020 lalu.

Pada Mei 2020, Libra Association juga menunjuk Stuart Levey, mantan pejabat hukum HSBC, sebagai CEO-nya. Levey sebelumnya bekerja untuk Departemen Keuangan AS dan Departemen Kehakiman AS.

Penunjukan asosiasi baru-baru ini menunjukkan bahwa organisasi yang dipimpin Facebook itu memburu mantan pejabat pemerintah untuk mengambil hati pemerintah dan wakil rakyat di AS agar proyek Libra berjalan mulus, entah pada tahun ini atau tahun depan. [red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait