Menelusuri Lagi Sejarah Kontroversial Ethereum Classic (ETC) dan Ethereum (ETH)

Terbentuknya Ethereum Classic (ETC) dan blockchain Ethereum (ETH) adalah salah satu sejarah kelam dunia blockchain, sekaligus sebagai momen peretasan kripto pertama di dunia. Penelusuran kembali sejarah Ethereum Classic ini bertepatan dengan rencana upgrade terbarunya agar kompatibel dengan Ethereum.

Core developer Ethereum Classic dalam waktu dekat segera merampungkan upgrade terbaru terhadap blockchain tertua setelah blockchain Bitcoin ini, yakni “Spiral“. Pembaruan itu kelak memungkinkan kompatibilitas lebih tinggi dengan blockchain Ethereum.

Pembaruan itu melemparkan kenangan kita terhadap sejarah terbentuknya Ethereum Classic yang teramat kontroversial. Alih-alih menjaga slogan bahwa blockchain dan kripto adalah “irreversible“, core developer Ethereum kala itu, termasuk Vitalik Buterin justru memutuskan membuat blockchain baru dari blockchain yang asli demi menyelamatkan duit investor yang bernilai jutaan dolar pada Juli 2016. Jadi, sejatinya blockchain Ethereum yang asli dan original adalah Ethereum Classic (ETC) dan blockchain salinan adalah blockchain Ethereum yang saat ini kita gunakan.

Ethereum Classic (ETC) adalah blockchain yang muncul sebagai hasil dari hard fork kontroversial terhadap blockchain Ethereum pada Juli 2016. Penyalinan dan pengubahan blockchain ini dipicu oleh peretasan terhadap proyek DAO (Decentralized Autonomous Organization). Hard fork ini tak hanya menguliti kerentanan fitur smart contract di blockchain, tetapi juga menyembulkan adanya perpecahan ideologis dalam komunitas Ethereum. Kala itu teknologi blockchain masih sangat muda dan baru segelintir pendukungnya, di mana blockchain Bitcoin saja secara resmi daring baru pada 2009 yang diawali penerbitan whitepaper pada 2008 dan proyek Ethereum dimulai pada 2013 dengan genesis block-nya pada 30 Juli 2015.

Kelahiran Ethereum dan Konsep DAO

Untuk memahami peretasan terhadap DAO dan berujung pada terbentuknya Ethereum Classic, penting bagi kita untuk kembali ke asal-usul Ethereum itu sendiri. Ethereum diciptakan oleh Vitalik Buterin pada 22 November 2013 dan dikembangkan oleh sekelompok penggemar blockchain. Ethereum ditujukan untuk memperluas kemampuan blockchain tak hanya untuk transaksi kripto sederhana, tetapi memungkinkan pembuatan aplikasi terdesentralisasi (dApps) dan smart contract. Smart contract adalah kode program yang dapat menjalankan dirinya sendiri yang secara otomatis melakukan tindakan yang telah ditentukan ketika kondisi tertentu terpenuhi. Fitur ini yang membedakan Ethereum dengan Bitcoin.

Pada 22 Juli 2014 sampai 2 September 2014 digelarlah Initial Coin Offering (ICO) untuk mengumpulkan dana dari publik, di mana investor yang menggelontorkan dana mendapatkan kripto ETH. Kala itu, alih-alih menggunakan dolar AS, investor membeli ETH menggunakan Bitcoin (BTC). ICO perdana di dunia itu pun berhasil mengumpulkan dana sebanyak 31.000 BTC bernilai US$18 juta kala itu. Ethereum Foundation juga turut andil dalam penggalangan dana itu, ketika didirikan pada Juni 2014.

The DAO Project

Lalu pada April 2016, muncullah proyek revolusioner bernama “The DAO” yang diluncurkan di blockchain Ethereum. The DAO dirancang sebagai dana investasi terdesentralisasi, memungkinkan peserta untuk menginvestasikan Ether (ETH) dan bersama-sama membuat keputusan tentang bagaimana mengalokasikan dana tersebut melalui pemungutan suara (voting). Ya, kurang lebih mirip dengan konsep DeFi sederhana saat ini.

The DAO dikebut oleh sekelompok pengembang dan pengusaha di komunitas Ethereum. Salah satu tokoh terkemuka yang terkait dengan The DAO adalah sebuah startup asal Jerman bernama Slock.it, yang dipimpin oleh Christoph Jentzsch. Christoph Jentzsch memainkan peran sentral dalam pengembangan dan penyiapan smart contract The DAO yang disematkan di blockchain Ethereum.

Proyek ini pun merasa perlu mengumpulkan dana tambahan melalui tahapan crowdsale dan sukses mengumpulkan lebih dari 12 juta ETH (senilai sekitar US$150 juta pada saat itu) dalam waktu sebulan saja. Namun, meskipun proyek itu menjanjikan, The DAO memiliki kerentanan yang signifikan dalam source code-nya yang berujung nestapa dan kontroversi akut.

Kerentanan itu justru memungkinkan peretas untuk membuat “recursive call exploit” yang dalam bahasa sederhana menguras kripto ETH dari The DAO tanpa meninggalkan jejak. Pada 17 Juni 2016, peretas memanfaatkan kerentanannya ini, menguras sekitar 3,6 juta ETH (sekitar US$50 juta pada saat itu) dari The DAO. Insiden ini langsung mengejutkan jagad mini komunitas Ethereum dan menimbulkan pertanyaan tentang keamanan smart contract di blockchain muda itu. Pencurian ini tercatat sebagai peretasan kripto pertama di dunia.

Hard Fork Ethereum dan Terbentuknya Ethereum Classic

Usai peretasan, komunitas Ethereum dihadapkan pada keputusan sulit: apakah mereka akan membiarkan peretas terus mencuri atau apakah mereka akan mengambil tindakan untuk mengembalikan dana berupa kripto ETH itu?

Komunitas kala itu terbagi menjadi dua kubu, yakni yang menyarankan melakukan soft fork dan kubu lainnya lebih suka tidak melakukan perubahan sama sekali terhadap kode blockchain Ethereum. Kubu soft fork, di mana salah seorang pendukungnya adalah Vitalik Buterin sendiri, menyarankan melakukan sedikit perubahan kode untuk meredam efek peretasan itu dan agar ETH yang dicuri bisa dikembalikan.

Berseberangan dengan itu, kubu lainnya menyarankan Ethereum tetap mengusung prinsip “code is law“, sehingga tak perlu dilakukan perubahan terhadap kode program blockchain. Kelompok ini akhirnya membentuk Ethereum Classic (ETC), blockchain terpisah yang akan menjaga sejarah transaksi Ethereum asli, tidak terpengaruh oleh soft fork.

Karena tidak ada titik temu, dalam hasil voting dan disetujui oleh mayoritas anggota komunitas termasuk miner, diputuskanlah untuk melakukan hard fork terhadap blockchain Ethereum pada 20 Juli 2016. Langkah ini pada prinsipnya membuat blockchain yang baru dengan cara menyalin semua kode dari blockchain Ethereum yang asli. Blockchain yang baru, termasuk kriptonya tetap disebut Ethereum (ETH) dan blockchain yang asli disebut Ethereum Classic (ETC). Ini secara praktis menyelamatkan dana ETH yang dicuri dalam peretasan The DAO dan dikembalikan kepada para korbannya, kendati hanya 70 persen.

Dalam perkembangannya, Ethereum justru jauh lebih popular daripada Ethereum Classic, karena lewat Ethereum Foundation, lebih banyak pembaruan di tubuh Ethereum, termasuk sukses menarik banyak pengembang untuk membuat aplikasi dan tentu saja ribuan token. Dan ketika Ethereum sukses hijrah dari Proof-of-Work (PoW) menjadi Proof-of-Stake (PoS), Ethereum Classic tetap berpegang pada kaidah lamanya itu, mining. Kripto ETH pun selalu berada di bawah Bitcoin dan ETC harus menerima nasib lebih sering tidak masuk radar mayoritas trader.

Saat industri kripto terus berkembang, kelahiran Ethereum Classic menjadi bukti abadi dari perdebatan yang berkelanjutan antara prinsip ketidakkeberubahan dan kebutuhan fleksibilitas dalam blockchain. Meskipun sejarahnya ditandai oleh kontroversi, Ethereum Classic tetap menjadi bagian yang unik dan masih punya berpengaruh dalam lanskap blockchain, setidaknya pengembang ETC masih mau meng-upgrade agar kompatibel dengan Ethereum lewat upgrade Spiral. [ps]

Terkini

Warta Korporat

Terkait