Selamat Ulang Tahun ke-11, Bitcoin, Terima Kasih, Kakek Xi Jinping

Kemarin, Kamis (31/10/2019), Bitcoin berulang tahun yang ke-11. Kerap dibenci hingga hari ini dan disebut akan mati berulang kali, Bitcoin hari ini semakin mendunia, khususnya gara-gara pidato Presiden Tiongkok Xi Jinping sepekan lalu. Di usia belia ini, Bitcoin masih bertahan sebagai Raja Aset Kripto berkapitalisasi pasar terbesar di dunia, dan senantiasa mendobrak paradigma keuangan di planet ini.

Pada Jumat, 31 Oktober 2008 silam, pada pukul 21.30 WIB, di sebuah forum daring kriptografi, Satoshi Nakamoto mengumumkan terbitnya sebuah makalah (paper), bertajuk “Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System”. Makalah 9 halaman itu, kata Satoshi, juga tersedia di situs web Bitcoin.org, sebagai rujukan asli tentang apa itu Bitcoin, hingga detik ini.

“Saya sedang mengerjakan sebuah sistem uang elektronik yang benar-benar peer-to-peer, tanpa perantaraan pihak ketiga,” tulis Satoshi pada pengumuman itu dan diikuti bagian abstrak-nya.

Dalam konteks Bitcoin, ia disebut sebagai sebuah sistem uang elektronik dengan dua objek/organ utama di dalamnya, yakni objek pentransfer uang dan objek produksi uang (cash) melalui mekanisme “penambangan”.

Pun lagi Bitcoin tidak dibuat oleh negara manapun, karena tidak ada peraturan dan undang-undang yang mengaturnya secara langsung. Bitcoin kini pun secara parsial dimaknai sebagai uang komunitas, tak lebih daripada itu, karena bisa ditransfer secara langsung tanpa melalui lembaga keuangan, seperti bank.

Pun harganya naik hingga 6.661 persen sepanjang masa, dianggap sebagai wahana pasar bebas, sebagai akibat derajat nilai lebih yang terkandung di dalamnya: jumlahnya sangat terbatas, aman, langsung tanpa perantara, meniadakan double spending, cakupannya global, transparan dan lain sebagainya. Dalam satu paket, nilai seperti itu tidak ditemukan sebelumnya pada sistem keuangan modern.

Harga Bitcoin pun masih fluktuatif, mirip roller coaster, sebuah sifat yang disebut-sebut sangat diminati oleh spekulator perdagangan Bitcoin. Suatu ketika harganya bisa turun 50 persen, bahkan 80 persen, lalu naik di atas 200 persen. Ini pun sebuah fenomena yang unik, termasuk di antara sejumlah peretasan, pencurian, perampokan, ransomware hingga penipuan gaya MLM.

Beragam prediksi pun berserakan dengan sejumlah pendekatan yang non ilmiah dan ilmiah, yang saintifik ataupun sekadar tebak-tebak manggis. Dari pembelaan mati-matian oleh Anthony Pompliano, hingga prediksi “makan penis”, karya agung Kakek John McAffee.

Fenomena termasyur terakhir, ya tentu saja pidato Kakek kita lainnya, yakni Xi Jinping (menurut meme: “Satoxi Nakamoto”) pada pekan lalu. Dia bilang bahwa teknologi blockchain harus dipeluk seerat mungkin agar menjadi motor penting teknologi inti Tiongkok. Pernyataan itu adalah supremasi terhadap blockchain, hingga pasar meresponsnya secara positif dan melejitkan harga Bitcoin hingga Rp35 juta dalam tempo 24 jam. Masalahnya Xi tidak menyebut secara eksplisit tentang “Bitcoin”, tetapi publik (melalui media) memang telah mengetahui, bahwa teknologi di balik Bitcoin adalah blockchain.

Pun ditarik ke tahun 2008 silam, dalam makalah itu, Satoshi Nakamoto tak menyebutkan pula istilah “blockchain” secara eksplisit. Kata “block” dan “chain” digunakan secara terpisah di sejumlah alinea dan kalimat.

Toh itu tak keliru, karena perubahan istilah berkelindan di hati publik dan dipercepat oleh sejumlah opinion leader dan media massa. Sejauh sifat asas Bitcoin di makalah itu tidak terlalu berjarak jauh dengan istilah saat ini (kendati sulit), maka tidak masalah (hakuna matata).

Lagipula “sahabat virtual” Satoshi, yakni mendiang Hal Finney pernah bilang begini: “It is OK, as it will get into the block chain before long. How does this happen?” [vins]

Terkini

Warta Korporat

Terkait