Tantangan Penyimpanan Data Berbasis Blockchain

Teknologi blockchain menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka yang berminat mengembangkan model penyimpanan data secara permanent. Blockchain menawarkan keamanan data yang lebih tinggi dengan jaminan integritas dan kemudahan duplikasi data, yang sangat bermanfaat dalam ekosistem penyimpanan informasi.

OLEH: Dimaz Ankaa Wijaya
Peneliti di Deakin Blockchain Innovation Lab, Australia

Secara tradisional, penyimpanan data daring (online) mengandalkan hosting web ataupun layanan penyimpanan lain seperti Google Drive dengan berbagai model bisnis, mulai dari sewa, freemium dengan pilihan upgrade fasilitas berbayar, maupun pay per use yang biasa diterapkan pada layanan komputasi awan.

Berbagai layanan penyimpanan data daring ini memiliki satu kesamaan: dimiliki oleh korporasi, baik besar maupun kecil, yang telah berinvestasi (besar maupun kecil) pada infrastruktur komputasi dan penyimpanan digital.

Teknologi blockchain yang memiliki semangat desentralisasi menawarkan skema baru. Produk blockchain seperti Storj dan Sia menawarkan platform di mana penyedia layanan perseorangan bisa mendapatkan jatah kue bisnis penyimpanan data ini, sesuai skala kapasitas yang dimiliki, yang biasanya berupa komputasi atau ruang disk tak terpakai.

Dalam hal ini, pengguna komputer rumahan bisa bergabung dalam bisnis layanan penyimpanan data melalui kontrak yang dieksekusi dalam platform blockchain Storj atau Sia.

IPFS Bukanlah Blockchain
Interplanetary File System (IPFS) barangkali jadi salah satu platform paling terkenal setiap kali orang berbicara soal penyimpanan data berbasis blockchain. Hanya saja, masalah besarnya, IPFS bukanlah blockchain!

Sebuah node IPFS tidak memiliki salinan lengkap atas semua data dalam jaringan IPFS. Produk besutan Juan Benet ini memanfaatkan teknik Distributed Hash Table (DHT) – teknik yang sama digunakan pada jaringan torrent, untuk memetakan di komputer mana sebuah data tersimpan, di dalam jaringan IPFS.

Untuk memastikan bahwa sebuah data selalu tersedia, sang pemilik tentu harus menyediakan sebuah node IPFS untuk menyimpan data miliknya tersebut.

Nah, baru kemudian data-data yang telah tersimpan dalam node, yang terhubung dalam jaringan IPFS tersebut, dapat diakses dari mana saja, karena sistem IPFS akan mampu memetakan lokasi data tersebut dengan tepat.

IPFS bisa bersaing dengan layanan hosting web, meski ia bukan penerapan lengkap teknologi blockchain.

Blockstack (dahulu bernama OneName) adalah gabungan antara teknologi blockchain (Bitcoin) dengan penyimpanan data serupa IPFS. Blockstack merupakan produk yang memanfaatkan teknologi blockchain untuk mengelola identitas digital seperti nama domain.

Identitas digital ini terhubung ke jaringan serupa IPFS bernama Atlas. Pengguna dapat memasang sistem Gaia untuk menyediakan sistem penyimpanan data kepada pemilik identitas.

Gaia lebih fleksibel dibandingkan IPFS, karena memungkinkan pengaturan hak akses dokumen yang tersimpan di dalamnya. Seperti IPFS, data dalam Gaia sebenarnya tidak tersimpan di dalam blockchain.

Skema penyimpanan data di dalam blockchain banyak dibahas di tiga-empat tahun pertama setelah kemunculan Bitcoin. Metode OP_RETURN menjadi yang terpopuler, dengan kapasitas 80 byte data dalam setiap transaksi Bitcoin.

Berbagai metode lain juga dikembangkan, misalnya dengan memanfaatkan transaksi P2SH yang dapat menyematkan 80 hingga 85 ribu byte dalam setiap transaksi bitcoin. Dalam skema ini, pengguna harus membayar hingga 14 satoshi untuk setiap byte data yang tersimpan.

Dengan harga Bitcoin yang mencapai lebih dari Rp130 juta , biaya penyimpanan dalam blockchain Bitcoin tentunya tidak ekonomis.

Bagaimana dengan Senarai? Skema ini memanfaatkan blockchain besutan Tron untuk menyimpan data secara lebih ekonomis dan berkesinambungan. Setelah investasi awal untuk membangun keperluan dasar transaksi, tak ada lagi biaya operasi transaksi blockchain.

Hanya saja, penyedia infrastruktur API untuk Tron sangatlah terbatas, yakni berpusat pada Tronscan. Masalah ini umum terjadi pada blockchain-blockchain berkapasitas besar seperti Ethereum, yang mengandalkan API pihak ketiga seperti Infura.

Senarai punya potensi sebagai solusi penyimpanan berbasis blockchain murni, meski masih terdapat keterbatasan-keterbatasan yang harus diatasi terlebih dahulu.

Blockchain dan Pruning
Pertanyaan utama untuk sistem penyimpanan data pada blockchain adalah: sampai kapan data tersebut tersedia pada blockchain? Blockchain menjamin imutabilitas dan integritas data melalui penempatan dan perlindungan nilai hash dari sebuah data. Namun, faktanya, data tersebut dapat saja dihapus dari sistem blockchain, kala pruning dilakukan.

Pruning, atau pemangkasan, adalah operasi pembuangan data-data lama dalam blockchain yang tak lagi diperlukan. Sebagai contoh, transaksi pembelian kopi lima tahun yang lalu, barangkali tak lagi relevan untuk disimpan dalam blockchain.

Demikian juga berbagai pesan yang tersemat, misalnya, melalui OP_RETURN, yang telah dibayar mahal oleh si pengirim, pada akhirnya bisa saja dihapus sewaktu-waktu, di masa mendatang.

Blockchain memang menyediakan fitur imutabilitas, namun di luar itu, jangan harap data yang tersimpan akan abadi. Kecuali ada solusi lain, yang menjamin ketersediaan data selama 50 tahun ke depan, seperti yang diajukan oleh IPDB. Berapa biayanya? US$100 per GB!

Terkini

Warta Korporat

Terkait