Dimaz Ankaa Wijaya
Peneliti pada Blockchain Research Joint Lab Universitas Monash, Australia


Setelah kesuksesan Bitcoin dan melalui berbagai penelitian yang dilakukan berbagai pihak, blockchain bukan lagi milik segelintir orang penganut libertarian. Blockchain telah menjelma sebagai sebuah teknologi yang memampukan pihak-pihak yang berbeda untuk berbagi informasi sekaligus berbagi sumber daya komputasi secara nyata. Karakteristik berbagi sumber daya inilah yang menurut saya akan memampukan blockchain publik untuk bersaing dengan cloud computing.

Cloud computing sendiri adalah sebuah konsep yang marak beberapa tahun belakangan ini. Cloud computing amat disukai karena efisiensi biaya yang ditawarkan. Dengan menerapkan cloud computing, maka perusahaan-perusahaan yang baru berdiri (start-up) dapat langsung menerapkan layanan mereka tanpa harus berinvestasi besar dalam hal infrastruktur seperti server bermutu ataupun sambungan Internet yang memadai.

Di dalam cloud computing, biaya dikenakan terhadap mutu (quality) dan jumlah (quantity) layanan yang digunakan. Dari sini, penghematan biaya bisa dilakukan secara besar-besaran, karena tidak lagi memerlukan akuisisi barang modal. Di sisi lain, peningkatan kapasitas juga dapat dilakukan kapanpun diinginkan, misalnya karena potensi lonjakan jumlah pengguna atas keadaan-keadaan tertentu. Pengaturan yang luwes (flexible) ditawarkan kepada para pengguna cloud yang memiliki tingkat kebutuhan yang amat berbeda.

Meskipun cloud computing memiliki keuntungan dibandingkan dedicated server dalam hal optimasi biaya, bagaimanapun ongkos sewa tetap harus dibayar kepada penyedia jasa cloud computing, tidak peduli apakah sarana (facility) tersebut digunakan atau tidak. Bagaimana jika pengaturan kecil ternyata lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan perusahaan?

Berbagi Sumber Daya Lewat Blockchain Publik

Mari kita bayangkan blockchain publik, misalnya Ethereum dan sejenisnya, sebagai sebuah media berbagi sumber daya.  Melalui blockchain publik, seorang pengembang tidak perlu lagi menyewa sumber daya komputasi apapun. Sumber daya komputasi akan disediakan oleh blockchain publik langsung kepada pengguna yang dikenai ongkos sesuai dengan sumber daya yang dipakai, berupa prosesor (CPU), ruang penyimpanan sementara (RAM), ataupun ruang penyimpanan permanen (storage).

Aplikasi yang disediakan oleh pengembang blockchain, yang biasa disebut dengan nama decentralised application atau dApp, umumnya dijalankan di sisi klien, terutama jika menyangkut pengelolaan kunci privat (private key), yang langsung terhubung dengan API blockchain terkait untuk mengirim atau menerima data dari dan ke blockchain.

Model bisnis dalam blockchain seperti yang dijabarkan di atas akan mengurangi biaya rutin pengembang untuk menyediakan infrastruktur, yang tentu saja dana yang tersedia dapat dialihkan untuk memecahkan persoalan-persoalan dunia lainnya. Tidak hanya itu, si pengembang juga tidak perlu memikirkan sisi keamanan media penyimpanan seperti halnya model bisnis tradisional (cloud computing ataupun dedicated server), karena problem krusial itu akan jadi milik pengembang blockchain dan para penambang koin (dan siapapun yang menjalankan full node). Meskipun, tentu saja, tidak ada satupun di dunia digital yang lepas dari risiko keamanan siber.

Sumber Daya yang Terbatas, Sustainabilitas dan Skalabilitas

Meskipun dApp tampak menarik dari sisi biaya dan efisiensi yang ditawarkan, teknologi blockchain publik yang ada saat ini sepertinya masih belum dapat menangani kebutuhan komputasi yang berukuran besar. Masalah ini umum disebut masalah klasik skalabilitas blockchain. Tidak hanya dialami oleh Bitcoin, problem skalabilitas masih menghantui sistem-sistem lain yang lebih rumit seperti Ethereum.

Batasan-batasan infrastruktur yang tidak merata di seluruh dunia menjadi masalah tatkala pengembang blockchain hendak meningkatkan kecepatan produksi blok baru. Batasan sistem konsensus juga masih menjadi mimpi buruk pengembang blockchain yang barangkali bersedia menukar sistem terdesentralisasi yang mahal dan lambat dengan sistem yang lebih tersentralisasi yang lebih murah dan lebih cepat. Teknologi yang ada juga belum dapat menyediakan kaidah (method) yang membuat server bekerja secara paralel, alih-alih menghitung ulang semua perintah dalam blockchain, yang membuat teknologi blockchain jauh tertinggal dibandingkan cloud computing.

Blockchain Paralel Tersentralisasi

Mau tidak mau, di masa depan kita bakal melihat kawin silang antara teknologi blockchain yang aman dengan cloud computing yang efisien. Blockchain dirancang sedemikian sehingga masing-masing node akan melakukan penghitungan yang berbeda-beda dan mengirim hasilnya ke blockchain pusat yang dikelola oleh beberapa node saja. Sentralisasi (atau lebih tepatnya resentralisasi) akan menjadi hal penting untuk meningkatkan efisiensi blockchain tanpa menghilangkan appeal konsep sistem desentralisasi yang masih akan menjadi jargon jualan utama dalam industri blockchain.

Kawin silang ini akan menghasilkan blockchain publik berkapasitas tinggi yang efisien sekaligus menjadi alternatif solusi teknologi murah di masa depan. []