Jebol Perusahaan Israel, Peretas Minta Bitcoin Senilai Rp54 Miliar

Setelah berhasil menjebol data-data perusahaan asuransi Israel dan membocorkannya di media sosial, peretas meminta bayaran Bitcoin sebesar 200 BTC, senilai US$3.847.680 (Rp54 miliar).

Dilansir dari Jerusalem Post, 1 Desember 2020 lalu, peretas “BlackShadow” membocorkan data-data penting Shirbit, perusahaan asuransi raksasa asal Israel, di Twitter. Data itu di antaranya berupa gambar KTP dan SIM nasabah Shirbit. Parahnya, data pribadi Gilad Noitel, pimpinan pengadilan distrik Tel Aviv juga turut bocor.

Kemudian pada 2 Desember 2020, BlackShadow menuntut Shirbit agar segera membayar tebusan sebesar 50 BTC (US$961.110) dalam tempo 24 jam, agar data-data lain tidak dibocorkan ataupun dijual kepada pihak lain dan data yang dienkripsi bisa dipulihkan. Tuntutan itu diterbitkan di akun Telegram BlackShadow.

“BlackShadow memperingatkan bahwa jika Bitcoin tidak dikirim dalam 24 jam, tebusan akan naik menjadi 100 bitcoin (US$1.922.220). Jika 24 jam lagi berlalu, permintaan akan naik menjadi 200 bitcoin (US$3.847.680),” tulis Jerusalem Post, melansir pernyataan peretas.

Pihak perusahaan disebutkan telah melapor kepada otoritas setempat dan menggandeng sejumlah pakar untuk menyelidiki kasus itu.

“Kami bekerja sama dengan pakar keamanan siber untuk menyelidiki serangan itu agar operasional perusahaan normal kembali. Data yang dicuri tidak akan menyebabkan kerugian bagi nasabah,” sebut Shirbit.

Namun pada 5 Desember 2020, Jerusalem Post mengabarkan, bahwa peretas kembali membocorkan lebih banyak data lagi, karena Shirbit enggan mengirimkan tebusan.

Pasca peristiwa itu, pada 7 Desember 2020, Direktorat Keamanan Siber Nasional Israel (INCD) menyarankan para nasabah untuk mengganti kartu identitas dan SIM yang baru.

Menurut INCD, aspek lain dari informasi yang diperoleh dari peretasan tidak terlalu bermasalah di masa mendatang, tetapi KTP dan SIM yang diretas dapat membuat korban pencurian identitas dan skema peniruan identitas lainnya.

Perusahaan keamanan siber Check Point sebelumnya mengatakan kasus Shirbit adalah salah satu kasus terbesar dan terburuk dalam lonjakan serangan siber terhadap perusahaan Israel dalam beberapa bulan terakhir.

Sebanyak 141 perusahaan diserang dengan serangan ransomware sepanjang November 2020 saja dan 137 serangan pada Oktober 2020.

“Sekitar 14 persen dari perusahaan yang ditargetkan berada di sektor hi-tech dan 7 persen di sektor asuransi. Sebanyak 11,5 persen serangan lain menyasar kantor-kantor pemerintah dan 5,6 persen serangan terjadi di sektor kesehatan. Tak seperti Shirbit, sebagian besar serangan dapat dicegah, karena tingkat keamanan yang lebih tinggi,” sebut Check Point yang juga bekerjasama dengan Shirbit menyelidiki serangan terbaru itu.

Bitcoin Kian Diincar Penjahat pada Tahun 2021
Anda pemilik Bitcoin patut waspada, karena aset kripto besar itu kian diincar penjahat pada tahun 2021. Hal ini berbanding lurus dengan meningkatnya popularitas Bitcoin di mata investor retail dan raksasa.

Potensi itu disampaikan oleh Kaspersky, perusahaan anti virus terkemuka asal Rusia dalam laporan khususnya, 30 November 2020 lalu, menyoal ancaman siber bagi lembaga keuangan dunia.

“Pandemi COVID-19 kemungkinan akan menyebabkan gelombang kemiskinan besar-besaran. Itu memungkinkan semakin banyak orang yang bertindak jahat, termasuk kejahatan di dunia maya. Kita mungkin melihat ekonomi ambruk dan nilai mata uang anjlok. Secara khusus itu yang akan membuat pencurian Bitcoin ‘jauh lebih menarik’. Kita bisa menghadapi beragam jenis penipuan yang menyasar Bitcoin, karena aset kripto ini  yang paling popular,” sebut Kaspersky.

Ransomware Bitcoin Semakin Menggila, Waspadalah!

Kaspersky Meramalkan, pada tahun 2021, penjahat cenderung menggunakan aset kripto  lain sebagai “mata uang transisi” untuk mengubah aset curian menjadi aset kripto lain untuk menutupi jejak mereka. Menurutnya, aset kripto Monero (XMR) adalah pilihan terbaik untuk menyamarkan transaksi.

“Ada alasan kuat para penjahat dunia maya menggunakan privacy coin Monero dan kemudian menukarnya menjadi BTC,” sebutnya.

Kaspersky juga menyoroti akan semakin banyaknya serangan siber menggunakan ransomware, yang memaksa korbannya membayar Bitcoin atau jenis aset kripto lainnya.

Bitcoin saat ini sangat diapresiasi oleh investor, sehingga Raja Aset Kripto itu mampu menanjak hingga melampaui harga tertinggi sepanjang masa. Itu terjadi pada 30 November 2020 lalu, ketika mencapai lebih dari US$19.600 per BTC.

Pasar pun bergejolak dan semakin percaya Bitcoin bisa mencapai harga tertinggi baru pada tahun-tahun berikutnya.

Bloomberg Intelligence misalnya percaya harga Bitcoin bisa mencapai lebih dari US$50.000 per BTC pada tahun 2022. [red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait