Dimaz Ankaa Wijaya
Peneliti pada Blockchain Research Joint Lab Universitas Monash, Australia


Blockchain yang termasyhur sejak kemunculan Bitcoin merupakan perangkat “blackbox” misterius yang berhasil memukau banyak orang. Gagasan Satoshi Nakamoto yang out of the box ini tidak hanya sekadar berupa hitam di atas putih, melainkan juga diterapkan ke dalam perangkat lunak yang kemudian akan dikenal orang sebagai Bitcoin Core.

Banyak orang memahami bahwa blockchain memungkinkan dihilangkannya pihak pengendali pusat, di mana konsensus mengambil alih fungsi dan peran pengendali pusat ini. Konsensus, serupa dengan namanya, merupakan sebuah mekanisme untuk bersama-sama menentukan informasi mana yang benar dan informasi mana yang salah.

Konsensus, dalam hal Bitcoin, dijalankan dengan menggunakan model pengambilan suara: siapa yang berhasil mendapatkan suara terbanyak, dialah yang menang. Konsensus Bitcoin diamalkan dalam bentuk perangkat komputasi dengan asas “satu CPU satu suara”, meskipun idealisme ini akhirnya runtuh dengan kemunculan mesin-mesin ASIC yang berhasil mendongkrak kapasitas komputasi, sehingga jauh mengungguli perangkat CPU manapun. Namun demikian, ide tentang konsensus akan selalu melekat di dalam sistem blockchain.

Bagaimana dengan blockchain tanpa konsensus? Apakah blockchain yang seperti ini masih tetap dapat disebut dengan blockchain? Mari kita simak.

Blockchain, sesuai namanya, merupakan sebuah model logis dari struktur data. Blockchain, dalam penerapan kode nyata, tersusun atas basis data berkecepatan tinggi, di mana informasi yang tersimpan umumnya berbentuk sepasang field dan disimpan dalam baris-baris informasi dalam satu atau lebih tabel.

Pada kenyataannya, kita tidak akan melihat struktur balok dan rantai di dalam kode sumber blockchain ataupun mata uang kripto manapun. Struktur basis data yang digunakan blockchain ini memberi kecepatan ekstra untuk menulis dan membaca, namun menghilangkan komputasi kompleks seperti structured query language (SQL). Produk-produk seperti BerkeleyDB, LevelDB, LMDB, ataupun Redis umum digunakan dalam aplikasi blockchain.

Bukan itu saja, struktur balok dan rantai ditopang oleh perangkat kriptografi yang canggih. Perangkat kriptografi ini merupakan komponen utama yang memungkinkan terciptanya sistem balok dan rantai. Contoh perangkat kriptografi ini adalah sistem kunci publik (public key cryptosystem), sistem kunci simetris (symmetric cryptosystem), dan fungsi hash. Perangkat kriptografi ini diterapkan dengan tepat untuk menjamin bahwa pemilik token dapat teridentifikasi bahkan tanpa harus menyebutkan kode PIN ataupun kata kunci pada sistem blockchain.

Selain itu, fungsi hash akan menjamin bahwa identifikasi perubahan informasi yang telah tersimpan dapat dilakukan dengan instan. Bahkan, efisiensi pelacakan data transaksi juga dapat dilakukan dengan lebih efisien karena implementasi Merkle Tree, yakni binary tree yang tersusun atas nilai hash transaksi yang menjadi “dedaunan” Merkle Tree tersebut.

Struktur blockchain, sebagaimana telah sedikit dibahas di atas, memberikan jaminan atas integritas data dan kenirsangkalan dari kepemilikan token ataupun pembuatan transaksi. Selain itu, struktur blockchain dan komponen jaringan peer-to-peer memungkinkan duplikasi informasi blockchain dilakukan dengan amat mudah, sehingga server-server yang terpisah ruang namun terhubung dengan jaringan Internet (ataupun intranet) dapat selalu melakukan pembaruan informasi terbaru dari server lain, dan memastikan bahwa informasi yang didapat dari server lain tersebut memang benar.

Tentu saja akan lebih baik jikalau konsensus disematkan ke dalam blockchain, sehingga menjadi sebuah infrastruktur yang lengkap. Namun, tanpa konsensus pun blockchain masih tetap dapat menawarkan beberapa komponen dalam CIA Triad, yakni I (integrity) dan A (availability), termasuk juga nonrepudiation dan auditability.

Sistem blockchain yang dikendalikan oleh pihak pusat juga memiliki keunggulan dalam hal kecepatan. Seperti yang kita ketahui bersama, salah satu kelemahan utama konsensus adalah lambatnya proses konsensus. Tidak hanya terjadi dalam Proof-of-Work, namun juga Proof-of-Stake, mengingat bahwa semua pihak harus setuju terhadap sebuah blok baru sebelum menciptakan blok lainnya.

Meskipun saat ini sudah ada peningkatan efisiensi dengan mengembangkan paradigma konsensus baru, tetap saja blockchain plus konsensus menghasilkan sistem yang amat sulit mengungguli kinerja perangkat basis data tradisional. Barangkali, setelah kita pahami bahwa konsensus bisa menjadi “duri dalam daging” sistem blockchain, di masa depan blockchain berbasis otoritas tunggal akan menjadi lebih tenar daripada blockchain berkonsensus. []

Comments are closed.