Menjamah Batin Bitcoin (Lagi)

Untuk kedua kalinya dunia menyaksikan keunggulan nilai Bitcoin, ketika raja kripto itu menanjak di US$11.400 (Rp157 juta) pada 22 Juni 2019 malam. Pendatang baru pastilah takjub, termasuk mereka yang mungkin sebelumnya membeli di harga puncak US$20.000, 17 Desember 2017, lalu menjualnya rugi. Tak ada yang menyangka dan sulit pula disangkal. Namun, begitulah adanya, kelas aset baru ini memang membuat kita terkejut dan terheran-heran. Di sisi lain, investor yang sempat kecewa, pun mencoba kembali menjamah batin Bitcoin.

OLEH: Vinsensius Sitepu
Pemimpin Redaksi Blockchainmedia.id

Berturut-turut Bitcoin mampu menyentuh tingkat psikologisnya selama sepekan terakhir, yakni US$9.000 lalu US$10.000 dan terpuncak di baru, yakni US$11.000, sehingga memberikan imbal hasil yang fantastis selama setahun bahkan awal tahun 2019. Sejak awal tahun 2019, Bitcoin memberikan return lebih dari 197 persen.

Setelah Bitcoin menyentuh US$11.000, mata uang elektronik ini pun langsung melorot hingga US$10.600 dalam waktu yang singkat. Wajarlah ada aksi jual, karena cuan yang didapatkan sangatlah tinggi. Namun, sulit memprakirakan sampai di mana ia menemukan titik support kembali dan memantul lebih tinggi dari US$11.000.

Tetapi, sentimen pasar sangatlah positif terhadap Bitcoin, setidaknya jikalau kita membandingkan dengan situasi ekonomi global yang tak menentu saat ini. Nilai saham secara global masihlah terhitung hijau, tetapi banyak pihak mewanti-wantinya, karena ditandai dengan kenaikan harga emas dunia sejak awal 2019 ini.

Ekonomi Amerika Serikat pun sedang “lemas”, akibat perang dagang dengan Tiongkok. Di Negeri Paman Sam itu, harga barang-barang impor dari Tiongkok pun naik, tetapi tak diikuti kenaikan gaji. Nilai mata uang yuan pun sengaja dilemahkan. Di situasi ekonomi yang penuh halimun seperti ini, memantik orang mencari safe haven untuk melindungi nilai uangnya. Emas tetap nomor satu dan kedua adalah Bitcoin yang Anda saksikan naik cepat.

Investor dan trader tentu saja mengintai level selanjutnya, yakni US$12.000, US$15.000, lalu US$20.000, bahkan lebih. US$20.000 adalah resisten terkuat untuk ditembus, sebagai jaminan menaik lebih tinggi lagi.

Sejumlah analis dan pelaku pasar memang sudah memprediksi kenaikan Bitcoin ini setelah ada gejala tren naik setelah Bitcoin sentuh harga lantai dasarnya, yakni US$3.100 pada Desember 2018 lalu. Tak ada penurunan setelah besaran itu dan memicu aksi beli yang gila-gilaan. Bitcoin sudah sangat murah, diskon besar!

Itu tentu saja memiliki kaitan dengan pembuatan produk Bitcoin Berjangka alias futures oleh perusahaan ternama, seperti CME (Chicago Merchantile Exchange). Lalu Fidelity, Ameritrade dan E*Trade yang mempertimbangkan menjual Bitcoin dan sejumlah jenis aset kripto lainnya. Kedua perusahaan itu bukanlah perusahaan kaleng-kaleng, karena berpengalaman mengelola duit orang kaya berdasi dan sejumlah institusi. Artinya ada pengakuan keandalan Bitcoin sebagai aset yang memberikan keuntungan besar.

Ini tak seperti kenaikan Bitcoin 2016-2017 yang didorong oleh kekuatan investasi dari kalangan ritel. Sedangkan tahun 2019 adalah era investor institusi di mana mereka bisa menanamkan duitnya sebanyak mungkin dengan sejumlah produk terkait Bitcoin. Bahkan yang ditunggu adalah akan disahkannya produk Bitcoin ETF oleh Gemini yang masih menunggu restu pihak berwenang di Amerika Serikat.

Dengan adanya Bitcoin ETF, maka Bitcoin bisa diperdagangkan di bursa efek dalam bentuk reksadana. Maka, itu adalah jaminan tingkat likuiditas terhadap Bitcoin menjadi lebih tinggi, sekaligus memberikan jaminan proteksi terhadap para investor dan menjadi pintu masuk di pasar modal tradisional.

Menurut saya, di tahun-tahun berikutnya investor disajikan banyak pilihan untuk membeli Bitcoin, tak hanya di pasar spot di bursa aset kripto biasa, tetapi pula di Bursa Berjangka dan Bursa Saham dan indeks. Ditambah lagi Bakkt akan mengujicoba produk Bitcoin Berjangka pada Juli 2019 mendatang untuk berlomba dengan CME. Asal tahu saja Bakkt adalah anak perusahaan dari ICE, yang mengendalikan Bursa Saham New York yang terkenal itu.

Tak luput dari catatan kita bersama adalah aksi lompatan Facebook-Libra Association yang meluncurkan teknologi Blockchain sendiri, berikut mata uang kriptonya, Libra. Diumumkan pada 18 Juni lalu, aksi Mark Zuckerberg itu menurut saya tidak berkaitan langsung dengan kenaikan harga Bitcoin ke US$11.000 itu, melainkan hanya memicu kesadaran bahwa ada teknologi blockchain yang telah mengubah cara manusia mengirimkan uang, tak lagi melalui bank dan sejumlah cara konvensional lainnya.

Di titik itu pula orang menyadari bahwa blockchain bermuasal dari Bitcoin sebagai sistem uang elektronik peer-to-peer pertama di dunia. Ia berbeda dengan Libra, karena Bitcoin lebih independen, relatif tak sentralistik, dikembangkan oleh komunitas tanpa kehadiran pemerintah di dalamnya. Dunia pun semakin mengenali Bitcoin sebagai simulasi karakter emas: penambangan, komputasi tingkat tinggi, desentralistik, non-pemerintah, global, likuid, aman dan bernilai tinggi.

Di sisi lain jumlah transaksi Bitcoin pun meningkat. Alamat (address) Bitcoin aktif lebih tinggi. Hashrate di Blockchain Bitcoin juga menanjak, yang menandakan masuknya kembali para penambang (miner) ke Bitcoin. Menanti Block Reward Halving? Ya, tentu saja. Imbalan 12,5 BTC menjadi 6,25 BTC adalah perancangan untuk menekan laju inflasi nilai Bitcoin. Artinya, ketika besaran pembelian terhadap Bitcoin stabil atau meningkat, maka harga Bitcoin akan terus meningkat pula. Soal halving ini, kita menantikan pada Mei/Juni 2020. Hanya sekejap.

Jadi, bagi Anda pendatang baru, saya ucapkan selamat datang di dunia Bitcoin. Bagi para “pemain” lama dan datang kembali, saya ucapkan selamat juga, karena Anda memulai keyakinan diri yang baru, melepaskan keraguan Anda selama kurang lebih setahun belakangan ini. Anda tidak sendiri, tetapi berkeinginan kuat mengundang yang lain masuk lebih dalam lagi ke dunia Bitcoin menyambut US$20.000 kembali. [*]

Terkini

Warta Korporat

Terkait