Tambang Bitcoin, Presiden El Salvador Tawarkan Listrik Murah

Agar biaya produksi tambang Bitcoin menjadi lebih rendah, Nayib Bukele, Presiden El Salvador menawarkan listrik yang murah lagi ramah lingkungan. Apakah benar?

“Saya sudah memerintahkan pimpinan La Geo, perusahaan listrik negara untuk merencanakan penawaran listrik sangat murah untuk tambang Bitcoin di El Salvador. Selain itu sumber energinya terbarukan dan emisinya nol, karena berasal dari panas bumi gunung kami,” sebut Bukele di Twitter (9/6/2021).

Hal itu ia sampaikan beberapa jam setelah parlemen menyetujui undang-undang terkait Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah (legal tender).

Yang dimaksudkan Bukele adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTPB) alias geothermal.

Emisi karbondioksida pembangkit listrik tenaga panas bumi saat ini kurang lebih 122 kg CO2 per megawatt-jam (MW·h) listrik, kira-kira seperdelapan dari emisi pembangkit listrik tenaga batubara.

El Salvador memang produsen terbesar untuk listrik tenaga panas bumi di kawasan Amerika Tengah.

Kecuali pembangkit listrik tenaga air, yang hampir seluruhnya dimiliki dan dioperasikan oleh perusahaan publik CEL (Comisión Hidroeléctrica del Río Lempa), sisa kapasitas pembangkit berada di tangan swasta dan selebihnya satu milik negara, yakni La Geo.

El Salvador juga merupakan salah satu negara yang termasuk dalam proyek SIEPAC , yang akan mengintegrasikan jaringan listrik. negara dengan sisa wilayah Amerika Tengah.

SIEPAC adalah interkoneksi jaringan listrik enam negara di Amerika Tengah . Proyek ini dibahas sejak 1987. Jalur transmisi baru yang dibangun menghubungkan 37 juta konsumen di Panama , Kosta Rika , Honduras , Nikaragua , El Salvador dan Guatemala. Proyek ini selesai pada 2014.

Soal biaya listrik di El Salvador, per September 2020, sekitar US$0,176 (Rp2.511) per Kilowatt jam untuk rumah tangga dan sekitar US$0,121 (Rp1.726) per Kilowatt jam untuk bisnis. Bandingkan dengan di Tiongkok antara Rp400-600 per Kilowatt jam.

Efisiensi Tetapi…

Dilansir dari Ecavo.com, efisiensi PLTPB lebih dari 400 persen dengan emisi hampir nol. Jadi, tidak mengherankan jika energi panas bumi dianggap sebagai salah satu sumber energi yang paling efisien, hemat biaya dan ramah lingkungan.

Energi panas bumi adalah sumber daya yang efektif , tidak habis-habisnya, dan terbarukan, selama gunung terus aktif mengeluarkan panas.

Hal senada ditegaskan oleh National Geographics (NG), bahwa tidak seperti energi matahari dan angin , energi panas bumi selalu tersedia, 365 hari setahun.

“Ini juga relatif murah, di mana penghematan dari penggunaan langsung dapat mencapai 80 persen dibandingkan bahan bakar fosil, seperti batubara,” sebut NG.

Namun demikian, sebut NG di laman webnya, PLTPB dapat melepaskan sejumlah kecil gas rumah kaca seperti hidrogen sulfida dan karbon dioksida.

“Air yang mengalir melalui reservoir bawah tanah dapat mengambil sejumlah elemen beracun seperti arsenik, merkuri dan selenium,” sebut NG lagi, selain masalah kestabilan permukaan bumi di sekitar gunung asal panas itu datang. Jika kurang stabil dan terjadi gempa bumi, maka pasokan listrik bisa terganggu.

Tambang Bitcoin Haus Listrik

Alat tambang Bitcoin memang haus energi listrik, sesuai rancangan awal Satoshi Nakamoto, mengingat listrik secara mendasarkan adalah “mata uang” yang memiliki nilai sosial dan ekonomi.

Berdasarkan data dari Cambridge, total konsumsi energi listrik tambang Bitcoin mencapai 0,42 persen (111,51 Tera Watt Jam) dibandingkan dengan total konsumsi listrik global, yakni 20.863 Tera Watt Jam.

Besar konsumsi listrik global itu berdasarkan data International Energy Agency  pada tahun 2016.

Total konsumsi energi listrik tambang Bitcoin yang mencapai 111,51 Tera Watt Jam per tahun itu melampaui total konsumsi energi listrik negara Belanda (110,68 Tera Watt Jam per tahun).

111,51 Tera Watt Jam itu hampir melampaui Arab Saudi (119,45 Tera Watt Jam) dan Pakistan (120,56 Tera Watt Jam).

tambang bitcoin

Masalah pentingnya adalah, 65 persen dari total hash rate tambang Bitcoin saat ini terkonsentrasi di Tiongkok. Dan negara itu masih mengandalkan sumber energi batubara yang tidak terbarukan dengan emisi yang besar.

Tiongkok sendiri sedang menekan tingkat emisi karbon itu, sesuai program pemerintah hingga tahun 2026.

Itulah salah satu pangkal mengapa aktivitas tambang Bitcoin di negeri itu semakin dibatasi sejak awal Mei 2021.

Akibatnya, sejumlah perusahaan tambang Bitcoin ingin hijrah ke negara lain, seperti di Amerika Utara dan Eropa Timur.

Pengetatan itu cukup berdampak pada menurunnya hash rate selama beberapa pekan terakhir, termasuk melemahnya nilai tukar Bitcoin terhadap dolar AS. [red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait