Kelompok G7 berupaya menghadang proyek stablecoin seperti Libra besutan Facebook-Libra Association dan JPMorgan Coin, karena dianggap berbahaya bagi sistem keuangan global. Dalam rancangan laporan yang diperoleh BBC itu disebutkan, semua proyek stablecoin sejenis, yang menggunakan teknologi blockchain harus dihentikan sementara, menanti peraturan yang sesuai.
“G7 menyarankan agar proyek stablecoin dapat berjalan hingga ada aturan-aturan yang lebih jelas. Aturan-aturan itu, secara khusus terkait dengan risiko dan tantangan yang mungkin muncul terkait stablecoin, yakni kejahatan pencucian uang dan dana terorisme,” tertera di rancangan laporan itu.
Selain itu disebutkan bahwa proyek stablecoin Libra oleh Facebook-Libra Association akan terus disorot oleh sejumlah pemerintah negara dan bank sentral, termasuk JPMorgan Coin (JPCoin) yang nilainya dipatok dengan dolar AS.
G7 memang mengakui stablecoin berbasis teknologi blockchain memampukan transfer uang secara cepat dan murah. Cara-cara tradisional seringkali lambat dan mahal.
Awan Mendung Stablecoin Libra
Ibarat perahu yang sedang karam, proyek “kripto Libra” yang dikomandoi oleh Facebook, ditinggalkan oleh sejumlah anggota pendirinya. Mereka sebelumnya tergabung di Libra Association yang didirikan di Swiss. Hengkangnya mereka menambah runyam proyek “stablecoin” yang ambisius ini.
Pada 11 Oktober, Bloomberg melaporkan bahwa Ebay dan Mastercard telah memutuskan untuk keluar dari proyek itu. Visa memutuskan untuk tidak bergabung dengan Libra Association, menurut The Block.
Kabar itu muncul satu minggu setelah PayPal mengumumkan menarik diri dari proyek itu, karena regulator terus menerus menyoroti proyek tersebut. DPR AS misalnya menilai proyek tersebut mengancam sistem keuangan Amerika Serikat.
Kendati undur diri, perusahaan-perusahaan tetap menaruh rasa hormat terhadap visi Facebook pada proyek itu, sembari melihat peluang lain untuk terus dilanjutkan.
Sebelumnya tersiar kabar bahwa Visa, Mastercard, dan Stripe berusaha memastikan bahwa proyek itu tidak merusak hubungan mereka dengan regulator di Amerika Serikat. Mereka mengisyaratkan bahwa Facebook telah melebih-lebihkan klaim bahwa regulator merasa nyaman dengan Libra, sehingga mungkin tak ada masalah berarti.
Stripe awalnya membantah sedang mempertimbangkan putar balik, tetapi mengatakan hari ini dalam sebuah pernyataan tetap di Libra Association.
“Stripe mendukung proyek yang bertujuan untuk membuat perdagangan daring lebih mudah diakses oleh orang-orang di seluruh dunia. Libra memiliki potensi ini. Kami akan mengikuti kemajuannya dengan cermat dan tetap terbuka untuk bekerja dengan Libra Association di tahap selanjutnya,” kata Stripe.
Sementara itu, Brian Armstrong, CEO dan Pendiri Coinbase, baru-baru ini mengatakan bahwa ia percaya bahwa cara pemerintah AS memblokir Libra mungkin bisa menghambat inovasi AS di bidang keuangan.
“Cara bagi negara untuk tetap relevan dalam jangka panjang dan terus memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah berinvestasi dalam sains, teknologi dan inovasi. Jika pemerintah dapat membantu, maka akan lebih baik,” kata Armstrong. Coinbase juga tercatat sebagai anggota pendiri asosiasi itu.
Libra juga mendapatkan kecaman dari Jerman dan Perancis, tetapi mendapat dukungan dari Bank Sentral Inggris dalam konteks inovasi keuangan dan mengantisipasi ketidakpastian Brexit.
Libra Association adalah lembaga nirlaba yang didirikan di Jenewa, Swiss, di mana anggotanya bermarkas di negara yang berbeda-beda. Dalam whitepaper disebutkan anggota Libra Association adalah: Mastercard, PayPal, PayU (terafiliasi dengan Naspers), Stripe, Visa, Booking Holdings, eBay, Facebook/Calibra, Farfetch, Lyft, Mercado Pago, Spotify AB, Uber Technologies, Inc., Iliad, Vodafone Group, Anchorage, Bison Trails, Coinbase, Inc., Xapo Holdings Limited, Andreessen Horowitz, Breakthrough Initiatives, Ribbit Capital, Thrive Capital, Union Square Ventures, Nonprofit, Creative Destruction Lab, Kiva, Mercy Corps, dan Women’s World Banking.
Bos Besar Facebook Mark Zuckerberg juga dijadwalkan bertemu dengan DPR Amerika Serikat untuk membincangkan persoalan Libra ini. Jikalau Zuckerberg hadir, maka ini adalah kemunculan pertama Zuckerberg ke publik sejak proyek Libra itu diumumkan.
JPMorgan Coin
Bank ternama asal asal Amerika Serikat, JP Morgan Chase mengumumkan, pada Februari lalu, telah menciptakan dan mengujicoba kripto sendiri, bernama JPM Coin. Kripto itu berbasis blockchain yang bertujuan menggantikan teknologi lama seperti SWIFT dan transfer uang antarnegara, serta menyediakan penyelesaian pembayaran yang lebih cepat bagi klien institusi bank tersebut.
Menyebut JP Morgan Chase, kita akan selalu ingat dengan sosok manusia bernama Jamie Dimon, yang tak lain dan tak bukan adalah CEO bank raksasa itu. Pada pertengahan tahun 2017 dan beberapa kesempatan setelah itu, ia kerap berteriak-teriak, bahwa Bitcoin itu lebih parah daripada fenomena Tulip Mania. Tak lupa dia bilang, Bitcoin itu hanya cocok bagi orang-orang di Venezuela atau di Korea Utara, termasuk orang-orang pelaku kejahatan seperti pengedar narkoba atau pembunuh.
Secara umum, terhadap mata uang kripto (cryptocurrency), serangan pedas ia juga lontarkan: berpotensi disalahgunakan untuk pencucian uang. Namun, di saat yang sama, JP Morgan justru dituding memfasilitasi tindak kejahatan pencucian uang. Ironis.
Sebelum JP Morgan membuat kriptonya sendiri, JP Morgan sebenarnya sudah minta maaf kepada publik soal hardikan kerasnya kepada Bitcoin. Bahkan JP Morgan diketahui sudah punya sistem blockchain sendiri, bernama IIN (Interbank Information Network).
Kendati banyak pihak masih mengagung-agungkan semangat dasar Bitcoin yang desentralistik dan tidak ada peran tunggal negara atau perusahaan besar di dalamnya, pada kenyatannya, secara mudah dan cepat, setiap individu atau kelompok bisa membuat kripto sendiri. Unsur sentralistik pun masih bisa ditanamkan di dalamnya, sebagaimana yang dilakukan oleh JP Morgan dengan JPM Coin-nya ini.
Jadi, di sini urusan desentralistik adalah sebuah pilihan, sepanjang model sentralistik masih terasa ramah oleh khalayak. Itulah sebabnya Venezuela, Iran dan sejumlah negara lainnya semakin doyan bikin “kripto” sendiri. Toh, kode blockchain sendiri adalah open source. Maka, terserahlah kepada JP Morgan punya kripto sendiri, yang dianggap bisa mempermudah proses transaksi bisnisnya.
Maka, langkah JP Morgan yang terjun sebagai pemain di industri kripto terbilang signifikan, sebab bank tersebut merupakan bank terbesar di AS dengan total aset yang dikelola lebih dari US$2,6 triliun. Menurut pernyataan resmi yang dirilis di situs JP Morgan, JPM Coin adalah stablecoin yang dipatok satu banding satu terhadap dolar AS yang disimpan di rekening JP Morgan Chase North America.
“Kami percaya JPM Coin bisa menghadirkan manfaat signifikan bagi aplikasi blockchain dengan mengurangi resiko penyelesaian pembayaran, mengurangi kebutuhan modal dan memungkinkan transfer nilai secara instan,” jelas bank tersebut.
Proses transaksi JPM Coin terdiri dari tiga langkah. Pertama, klien JP Morgan melakukan deposit sejumlah uang ke rekening tertentu dan menerima JPM Coin dalam jumlah setara. Kedua, koin tersebut digunakan untuk bertransaksi dengan klien JP Morgan lain melalui jaringan blockchain. Ketiga, penerima JPM Coin tersebut bisa mengkonversikannya ke dolar AS di bank JP Morgan.
Saat ini, JPM Coin masih berada dalam tahap pengkajian dan uji coba akan dilakukan dalam beberapa bulan mendatang. Menanggapi pertanyaan apakah regulator mendukung kripto tersebut, JP Morgan menyatakan seiring pihaknya mendekati produksi, bank tersebut akan berbicara kepada regulator untuk menjelaskan rancangan kripto itu dan meminta nasihat serta persetujuan.
Selain itu, semua klien yang ingin menggunakan JPM Coin diwajibkan menjalani proses Know Your Customer (KYC) dan aturan anti pencucian uang untuk memastikan ketaatan hukum.
JPM Coin akan diterbitkan di Quorum, sebuah versi Ethereum yang dikembangkan JP Morgan untuk fokus di skala perusahaan, kemudian diperpanjang ke platform lainnya. Menurut JP Morgan, JPM Coin bisa dijalankan di semua jaringan blockchain standar.
JP Morgan mengklaim pihaknya selalu percaya pada potensi teknologi blockchain dan mendukung kripto selama dikendalikan dan diregulasi dengan benar. Sebagai salah satu bank terbesar di dunia, JP Morgan berada pada posisi yang unik untuk menjadi pionir penerapan blockchain pada skala besar secara teregulasi.
JP Morgan berkata, kripto baru tersebut ditujukan untuk transfer bisnis ke bisnis. Saat ini, bank itu tidak berencana membuka JPM Coin untuk dimiliki atau digunakan individual. Kendati demikian, penghematan biaya dan peningkatan efisiensi yang terjadi di bisnis yang menggunakan JPM Coin akan menghasilkan layanan yang lebih baik bagi pelanggan bisnis tersebut.
Langkah JP Morgan tersebut tidak terlalu mengejutkan. Seiring berkembangnya teknologi blockchain, tidak dapat dihindari lembaga keuangan besar akan mulai memanfaatkan teknologi tersebut untuk memperbarui layanan mereka. [Red]